Terungkap Lahan Ganja di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru

JAWA TIMUR – Persidangan kasus penanaman ganja di kawasan konservasi Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) mengungkap cerita tentang kerusakan ekosistem yang ditimbulkan akibat aktivitas ilegal tersebut. Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Lumajang pada Selasa (11/03/2025), tiga orang saksi dari TNBTS memberikan kesaksian secara daring, yang mengungkapkan rincian mengenai luas dan dampak penanaman ganja di area konservasi.

Tiga saksi yang dihadirkan adalah Edwy Yunanto, polisi hutan sekaligus staf Balai Besar TNBTS; Yunus Tri Cahyono, polisi hutan dan Kepala Resor Senduro; serta Untung, seorang polisi hutan. Menurut keterangan mereka, terdapat 59 titik penanaman ganja dengan luas total kurang dari satu hektare. Setiap titik memiliki luas yang berbeda-beda, mulai dari 2 meter persegi hingga 16 meter persegi. Yunus menjelaskan, lokasi penanaman tersebut berada di zona rimba TNBTS, yang merupakan wilayah kerja Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah 3 Senduro, Kabupaten Lumajang.

Yunus mengungkapkan bahwa penanaman ganja tersebut menyebabkan kerusakan pada ekosistem setempat. “Penanaman ganja itu merusak ekosistem,” tegasnya. Saksi lainnya, Untung, menambahkan bahwa lokasi penanaman merupakan habitat tanaman endemik yang hanya boleh ditanami dengan jenis tumbuhan tertentu. Ia menegaskan bahwa penanaman ganja di area tersebut adalah pelanggaran yang merusak lingkungan. “Itu daerah endemik. Tanaman selain endemik tidak boleh ditanam di situ,” jelasnya.

Kawasan yang dirusak tersebut merupakan habitat dari tanaman pinus, cemara, serta berbagai pohon lainnya yang tumbuh secara alami. Akibat kerusakan tersebut, pemulihan ekosistem akan menjadi tantangan tersendiri bagi TNBTS. Untung menjelaskan bahwa proses pemulihan ini nantinya akan dilakukan oleh pihak TNBTS, meskipun hakim sempat mempertanyakan dari mana dana untuk pemulihan tersebut akan diperoleh.

Hakim juga menyoroti kenyataan bahwa para saksi mengaku kesulitan untuk melarang warga yang memasuki kawasan hutan konservasi. Warga, menurut saksi, seringkali mencari rumput atau jamur di hutan. Meskipun telah dilakukan sosialisasi mengenai larangan memasuki kawasan tersebut, papan peringatan yang dipasang tidak dilengkapi dengan penjelasan mengenai ancaman hukuman, yang membuat warga tidak merasa takut. Majelis hakim pun mengkritik hal ini dan menekankan pentingnya pemahaman yang lebih jelas tentang konsekuensi hukum bagi yang melanggar.

Sebagai penutup, majelis hakim yang dipimpin oleh Redite Ika Septiana mengingatkan bahwa jika penanaman ganja di TNBTS masih ditemukan, maka hal tersebut bisa dianggap sebagai kesengajaan dan pembiaran yang dapat dikenakan sanksi lebih berat. []

Redaksi03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
X