Tragedi Ponpes Sidoarjo, Tim SAR Bergerak di Tengah Risiko

JAWA TIMUR – Operasi pencarian dan pertolongan korban ambruknya bangunan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, terus dilakukan dengan penuh kehati-hatian. Hingga Rabu (01/10/2025) malam, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat masih ada puluhan orang yang belum ditemukan.

Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, menyampaikan data terbaru mengenai perkembangan evakuasi. “Data sementara yang dimutakhirkan per Rabu (01/10/2025) pukul 23.00 WIB, ada sebanyak 59 orang masih terjebak di dalam reruntuhan bangunan. Angka tersebut diperoleh dari daftar absensi yang dirilis oleh pihak pondok pesantren, termasuk dari laporan kehilangan pihak keluarga korban,” kata Abdul dalam keterangannya, Kamis (02/10/2025).

Ia menekankan bahwa jumlah korban masih bisa berubah karena adanya dinamika di lapangan. “Adapun dinamika data yang berubah disebabkan dari berbagai hal, seperti nama-nama yang sebenarnya selamat atau tidak berada di tempat kejadian perkara saat insiden terjadi tidak melaporkan diri,” tambahnya.

Pada pencarian hari ketiga, tim SAR berhasil mengevakuasi lima orang dalam kondisi hidup hingga pukul 22.00 WIB. Meski demikian, satu korban di antaranya dalam keadaan kritis dan memerlukan perawatan intensif di RSUD Sidoarjo.

Selain itu, dua jenazah ditemukan dalam operasi yang sama. Dengan penemuan tersebut, total korban meninggal dunia akibat peristiwa ini mencapai lima orang. Seluruh jenazah langsung dibawa ke RS Siti Hajar untuk penanganan lebih lanjut.

Proses evakuasi korban menghadapi kendala besar karena lokasi reruntuhan yang tidak stabil. Abdul menjelaskan bahwa struktur bangunan yang ambruk akibat kegagalan konstruksi sangat rawan guncangan. “Apabila memang masih ditemukan tanda-tanda kehidupan, maka tim akan memaksimalkan pencarian dengan langkah-langkah yang harus diperhitungkan secara matang. Sebab, lokasi korban yang terakhir ini terdeteksi berada di posisi yang cukup sulit dan menantang, sehingga selain keahlian tentunya juga dibutuhkan strategi khusus agar korban maupun tim yang bertugas semuanya dapat selamat dalam operasi ini,” ucapnya.

Karena kondisi yang labil, penggunaan alat berat belum dapat dioptimalkan. Abdul menegaskan bahwa keputusan ini diambil demi keselamatan baik korban maupun petugas. “Apabila tidak lagi ditemukan adanya tanda-tanda kehidupan, maka BNPB bersama Basarnas dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, akan mengajak keluarga korban untuk kembali bermusyawarah dan memohon kesediaan dari segala keadaan yang ada. Adapun harapannya, babak baru dalam operasi SAR menggunakan alat berat dapat segera dilaksanakan guna mengangkat seluruh korban dengan berbagai kondisi,” imbuhnya.

Bagi keluarga korban, situasi ini menjadi penantian penuh harap sekaligus duka. Mereka menggantungkan doa dan semangat pada kerja keras tim penyelamat di lapangan. Dalam setiap operasi evakuasi, petugas selalu berupaya menyeimbangkan kecepatan dengan kehati-hatian agar tidak menambah risiko yang bisa mengancam nyawa.

Musibah ambruknya bangunan ponpes ini tidak hanya meninggalkan luka mendalam bagi keluarga dan santri, tetapi juga menjadi peringatan penting akan urgensi pengawasan konstruksi gedung. Tragedi ini mengajarkan betapa rentannya keselamatan bila faktor keamanan bangunan diabaikan.

Sementara itu, tim SAR gabungan masih melanjutkan pencarian, dengan fokus utama pada kemungkinan masih adanya tanda-tanda kehidupan di bawah reruntuhan. Setiap detik dianggap sangat berharga bagi korban yang masih tertahan di lokasi musibah. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com