BERAU – Kasus dugaan peredaran uang palsu kembali mencuat di Kabupaten Berau. Kali ini, dua pelaku usaha di Tanjung Redeb menjadi korban: sebuah warung kopi (warkop) dan seorang kurir ekspedisi. Kejadian tersebut mengundang perhatian publik setelah mereka membagikan pengalamannya kepada awak Media Kaltim.
Salah satu kejadian dialami oleh Ruswana, pemilik sebuah warkop di pusat kota Tanjung Redeb. Ia menceritakan bahwa uang pecahan Rp50.000 yang dibayarkan oleh salah satu pelanggannya ternyata palsu. Beruntung, dirinya memiliki alat deteksi uang palsu sehingga bisa segera mengenali ciri-ciri uang yang mencurigakan. “Untung saja kami memiliki alat pendeteksi uang palsu yang memang sengaja saya beli untuk mengantisipasi hal-hal seperti ini,” ujarnya, Senin (17/6/2025).
Meskipun sempat menemukan kejanggalan pada bentuk dan tekstur uang tersebut, Ruswana menegaskan bahwa ia tidak langsung menuduh pelanggannya sebagai pelaku peredaran uang palsu. “Saya tidak menuduh. Bisa saja dia memang tidak tahu. Tapi dari bentuk dan teksturnya memang berbeda,” jelasnya.
Menurut Ruswana, uang palsu tersebut memiliki ketebalan kertas yang lebih besar dibanding uang asli, dengan warna yang sedikit lebih pudar dan bahan yang tidak menyerupai ciri uang resmi keluaran Bank Indonesia. Kecurigaan itu kemudian terbukti setelah uang tersebut diperiksa lebih lanjut dengan alat deteksi.
Setelah diberitahu, pelanggan yang bersangkutan terlihat panik. Ia akhirnya mengganti metode pembayaran dengan menggunakan layanan digital melalui QRIS. “Ini menjadi pelajaran bagi sesama pelaku usaha untuk selalu berhati-hati terkait peredaran uang palsu di Kabupaten Berau,” kata Ruswana.
Kasus serupa juga dialami Pratama, seorang kurir ekspedisi di wilayah yang sama. Ia mengaku mendapatkan uang palsu saat menerima pembayaran tunai dari pelanggan layanan COD (cash on delivery). Karena banyaknya transaksi yang terjadi hari itu, ia baru menyadari keberadaan uang palsu tersebut saat menghitung uang untuk disetorkan ke bank. “Uang tersebut pecahan Rp50 ribu. Terlihat sama namun dari tekstur, warna, dan bahan sangat berbeda,” tuturnya.
Akibat kejadian itu, Pratama harus menanggung kerugian pribadi karena harus mengganti uang palsu tersebut dengan uang asli saat menyetor ke bank. “Pasti saya rugi karena saya yang mengganti, semoga ini yang pertama dan terakhir. Jangan sampai ada yang dirugikan akibat peredaran uang palsu tersebut,” pungkasnya.
Peristiwa ini menjadi peringatan bagi para pelaku usaha dan jasa di Berau untuk meningkatkan kewaspadaan, terutama dalam menghadapi transaksi tunai. Meskipun nominal yang dipalsukan relatif kecil, dampak ekonominya tetap merugikan, terutama bagi pelaku usaha kecil. []
Redaksi10
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan