Travel Haji Bodong Rugikan Warga Pontianak Rp190 Juta

PONTIANAK – Keinginan Nurhaini, seorang warga Kota Pontianak, untuk menunaikan ibadah haji bersama suaminya pada tahun 2024 pupus setelah keberangkatan yang dijanjikan oleh penyelenggara tidak terealisasi. Padahal, ia telah menyetorkan dana sebesar Rp230 juta kepada pihak travel untuk mengikuti program Haji Plus. Hingga waktu yang dijanjikan berlalu, tak satu pun jemaah diberangkatkan.

Merasa menjadi korban penipuan, Nurhaini memutuskan mengambil langkah hukum dengan melaporkan peristiwa tersebut ke Kepolisian Daerah Kalimantan Barat pada Jumat (18/07/2025). Dalam laporan itu, ia menyebutkan dua nama terlapor, yakni AJ selaku Direktur PT. Alfath Tour dan Travel yang berkantor pusat di Jakarta, serta SU sebagai perwakilan perusahaan tersebut di Kalimantan Barat.

Kedua terlapor dilaporkan atas dugaan penipuan, penggelapan, pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, serta tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Kuasa hukum Nurhaini, Bayu Sukmadiansyah, menjelaskan bahwa kliennya hanya menerima pengembalian dana sebesar Rp40 juta. Sementara itu, kasus serupa yang sebelumnya dilaporkan oleh korban lain telah bergulir di Pengadilan Negeri Pontianak. Dalam perkara tersebut, SU telah dijatuhi hukuman penjara selama tiga tahun enam bulan, sedangkan AJ masih menjalani proses persidangan dengan status tahanan kota.

“Padahal dari seluruh fakta, Jimi (AJ) diduga kuat sebagai aktor intelektual yang merancang dan menggerakkan modus kejahatan ini,” tegas Bayu.

Bayu menyebutkan, pada sebuah pertemuan dengan calon jemaah di Hotel Mercure Pontianak pada 15 Mei 2024, AJ secara langsung menyatakan bahwa persiapan keberangkatan telah mencapai 95 persen dan akan dilaksanakan pada bulan Juni 2024. Pelaku juga menyampaikan bahwa mereka memiliki relasi dengan pejabat di Kantor Wilayah Kementerian Agama Kalimantan Barat untuk memperlancar proses.

Namun, belakangan terungkap bahwa PT. Alfath Tour dan Travel tidak memiliki izin resmi sebagai Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK). Perusahaan tersebut hanya terdaftar sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU), tetapi tetap merekrut jemaah dengan iming-iming keberangkatan haji menggunakan kuota yang tidak sah secara hukum.

Ironisnya, meskipun ada indikasi pelanggaran Undang-Undang Haji dan Umrah, AJ hanya dikenakan pasal-pasal umum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), bukan pasal khusus yang mengatur penyelenggaraan ibadah haji. “Ini bukan sekadar penipuan biasa. Ini adalah pelanggaran serius terhadap tata kelola ibadah umat,” ujar Bayu.

Akibat peristiwa ini, menurut Bayu, Nurhaini tidak hanya menanggung kerugian secara materi. Suaminya mengalami tekanan mental berat dan sempat terkena serangan stroke karena malu, setelah mengundang keluarga dan kerabat dalam acara syukuran keberangkatan yang batal dilaksanakan.

Bayu juga menyoroti lemahnya penelusuran terhadap aset para pelaku dalam kasus sebelumnya. Ia meminta agar penyidik benar-benar menelusuri dan menyita aset milik para terlapor demi proses restitusi bagi para korban. “Penegakan hukum harus menyentuh akar kejahatan, termasuk pelacakan dan penyitaan aset pelaku,” lanjutnya.

Pihaknya menegaskan akan terus mengawal jalannya proses hukum hingga para pelaku mendapat hukuman yang sepadan dan kerugian para jemaah dapat dipulihkan sepenuhnya. “Tujuannya bukan hanya memberikan efek jera, tetapi juga memastikan seluruh kerugian jemaah dapat dipulihkan secara utuh,” pungkas Bayu Sukmadiansyah.[]

Admin05

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com