PONTIANAK — Trenggiling, salah satu satwa liar yang dilindungi dan terancam punah, kian terancam oleh aktivitas perburuan dan perdagangan ilegal di wilayah Kalimantan Barat. Yayasan Kolase menyoroti bahwa maraknya perburuan trenggiling belum mendapatkan perhatian yang memadai dari media massa lokal.
Berdasarkan data terbaru dari tim kerja Yayasan Kolase, sepanjang tahun 2024 tercatat sedikitnya tujuh kasus penyelundupan trenggiling yang telah diproses hingga ke pengadilan. Dalam kasus-kasus tersebut, aparat berhasil menyita sebanyak 624,68 kilogram sisik trenggiling. Jumlah ini mengindikasikan adanya aktivitas perburuan satwa secara besar-besaran yang mengancam kelestarian populasi trenggiling di alam liar.
Namun, tingginya angka tersebut tidak sebanding dengan liputan media terhadap isu tersebut. Sepanjang tahun 2024, hanya tercatat 52 berita yang membahas tentang trenggiling, dan sebagian besar di antaranya tidak mengupas secara mendalam.
“Isu trenggiling seolah tak penting, padahal angkanya menunjukkan eskalasi serius,” ujar Andi Fachrizal, Co-Founder Yayasan Kolase, Selasa (06/05/2025).
Sebagai bentuk tanggapan terhadap minimnya perhatian media, Yayasan Kolase menginisiasi pelatihan jurnalistik investigatif dengan tema trenggiling. Kegiatan tersebut berlangsung pada 29–30 April 2024 di Kota Pontianak dan diikuti oleh 30 jurnalis dari berbagai platform media, baik cetak, digital, radio, maupun televisi.
Pelatihan ini bertujuan meningkatkan kapasitas jurnalis dalam menggali dan mengungkap praktik perdagangan ilegal trenggiling yang kerap berlangsung secara tersembunyi. Menurut Rizal Daeng, sapaan akrab Andi Fachrizal, kegiatan ini juga menjadi momentum untuk memperkuat kolaborasi strategis antara jurnalis, aktivis lingkungan, dan aparat penegak hukum.
“Ini juga soal membangun aliansi strategis antara jurnalis, aktivis lingkungan, dan aparat penegak hukum,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya konsolidasi pemikiran di kalangan jurnalis agar kerja-kerja jurnalistik dapat memberikan dampak yang lebih nyata terhadap pelestarian satwa.
“Kami ingin media tidak lagi meminggirkan isu trenggiling. Ini tentang mengangkat suara satwa yang tak bisa bicara, tapi terus diburu,” katanya.
Pelatihan tersebut menghadirkan sejumlah narasumber berpengalaman, seperti Joni Aswira Putra selaku Ketua Umum Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ), serta Arief Nugroho, jurnalis senior dari Pontianak Post. Materi pelatihan meliputi pemahaman ekologi trenggiling, tren perdagangan satwa liar, teknik investigasi jurnalistik, metode penyamaran dan observasi, hingga etika peliputan isu lingkungan.
Yayasan Kolase berharap, melalui pelatihan ini, media di Kalimantan Barat semakin aktif dalam mengangkat isu-isu konservasi satwa liar, khususnya trenggiling, agar masyarakat dan pemangku kepentingan lebih peduli terhadap perlindungan keanekaragaman hayati.[]
Redaksi12