WASHINGTON D.C. – Sebanyak 24 negara bagian di Amerika Serikat bersama District of Columbia resmi menggugat Presiden Donald Trump ke Pengadilan Distrik Rhode Island. Gugatan ini diajukan setelah Trump menghentikan penyaluran dana pendidikan federal senilai 6,2 miliar dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp101 triliun, yang sebelumnya telah disetujui oleh Kongres.
Gugatan tersebut menuding Presiden Trump melanggar Undang-Undang Impoundment Control Act of 1974, sebuah regulasi yang melarang presiden menahan atau mengubah anggaran yang telah disahkan secara sepihak. Seluruh negara bagian yang mengajukan gugatan diketahui merupakan wilayah yang dipimpin oleh gubernur dari Partai Demokrat. Beberapa di antaranya meliputi New York, Massachusetts, Pennsylvania, dan Arizona.
Mereka menilai kebijakan pemotongan anggaran tersebut tidak hanya melanggar konstitusi, tetapi juga berpotensi merugikan jutaan siswa dan keluarga, khususnya kelompok rentan seperti komunitas imigran. Dana yang dibekukan mencakup pembiayaan untuk berbagai program penting, seperti kegiatan ekstrakurikuler, pelatihan guru, layanan penitipan anak, pencegahan perundungan di sekolah, serta pelatihan bahasa Inggris bagi penutur asing.
Donald Trump beralasan bahwa program-program tersebut seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah negara bagian, bukan beban pemerintah federal. Ia menganggap pemotongan dana ini sebagai langkah efisiensi anggaran untuk mengurangi pemborosan di tingkat nasional.
Namun, keputusan itu memicu gelombang protes dari para pejabat negara bagian. Jaksa Agung New York Letitia James menyampaikan bahwa kebijakan Trump merupakan bentuk serangan terhadap sistem pendidikan publik dan komunitas imigran.
“Pemerintah Federal tidak bisa menggunakan anak-anak dan sekolah mereka sebagai senjata politik,” kata James, Selasa (15/07/2025).
Ia menambahkan bahwa dana tersebut telah dialokasikan secara sah oleh Kongres dan wajib disalurkan oleh Pemerintah sesuai hukum yang berlaku. James menekankan bahwa tindakan ini akan semakin memperlebar ketimpangan akses pendidikan, terutama bagi keluarga berpenghasilan rendah yang sangat bergantung pada program-program bantuan federal tersebut.
Pemerintah pusat tetap mempertahankan keputusannya. Kantor Manajemen dan Anggaran melalui juru bicaranya, Russell Vought, menyatakan bahwa penghentian dana dilakukan untuk mencegah penggunaan anggaran negara bagi “agenda radikal”.
“Di New York, misalnya, dana untuk program Akuisisi Bahasa Inggris digunakan untuk mempromosikan organisasi advokasi imigran ilegal,” ujar Vought. Ia juga menuduh negara bagian Washington menyalahgunakan dana tersebut dengan mengarahkannya kepada beasiswa yang sejatinya diperuntukkan bagi warga negara Amerika.
Ketegangan antara Pemerintahan Trump dan Partai Demokrat pun kembali memuncak. Perselisihan serupa sebelumnya juga terjadi saat Menteri Luar Negeri Marco Rubio mengumumkan pemangkasan besar-besaran di Departemen Luar Negeri, termasuk pemutusan hubungan kerja terhadap lebih dari 1.300 pegawai.
Langkah penghentian dana pendidikan ini semakin menambah deretan konflik antara Gedung Putih dan kubu Demokrat, serta menimbulkan pertanyaan besar mengenai prioritas kebijakan sosial di tengah dinamika politik yang terus memanas menjelang pemilu.[]
Admin05
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan