WASHINGTON DC – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali menjadi sorotan publik setelah Pengadilan Federal menyatakan keputusannya mengerahkan ribuan pasukan Garda Nasional ke Los Angeles, California, sebagai tindakan yang melanggar hukum. Hakim Federal Charles Breyer dalam putusannya menilai bahwa langkah yang diambil Trump bertentangan dengan Konstitusi Amerika Serikat, khususnya Amandemen Kesepuluh, karena dilakukan tanpa persetujuan dari otoritas negara bagian.
Breyer menyatakan bahwa pengerahan pasukan pada masa kerusuhan sosial tersebut tidak memenuhi syarat hukum federal. Menurutnya, situasi di Los Angeles saat itu tidak dapat dikategorikan sebagai pemberontakan bersenjata atau aksi yang terorganisir, sebagaimana yang dipersyaratkan dalam peraturan federal yang mengatur pengerahan kekuatan militer di dalam negeri. Ia juga menilai bahwa keberadaan militer justru memperkeruh suasana, serta menghambat pelaksanaan tugas Garda Nasional seperti pemadaman kebakaran dan pengawasan terhadap peredaran narkotika.
Meskipun putusan pengadilan telah menyatakan tindakan Trump sebagai pelanggaran, Pengadilan Banding Sirkuit Kesembilan pada Kamis (12/06/2025) memutuskan menunda pelaksanaan vonis tersebut. Panel yang terdiri dari tiga hakim dijadwalkan menggelar sidang lanjutan pada 17 Juni untuk mempelajari lebih jauh sengketa antara pemerintah pusat dengan negara bagian California.
Gubernur California, Gavin Newsom, menyatakan dukungannya terhadap putusan awal yang dikeluarkan pengadilan federal. Ia berharap ribuan anggota Garda Nasional dapat kembali difokuskan pada tugas-tugas prioritas negara bagian, seperti menjaga perbatasan, menangani penyebaran fentanyl, serta merawat kawasan hutan menjelang musim kebakaran yang rawan.
Sementara itu, Donald Trump tetap mempertahankan keputusannya dengan alasan situasi di Los Angeles saat itu “di luar kendali” dan membutuhkan tindakan tegas demi menjaga ketertiban umum serta memperkuat pelaksanaan operasi imigrasi federal yang dijalankan oleh ICE.
Perkara ini kembali memunculkan perdebatan lama mengenai sejauh mana kewenangan seorang presiden dalam mengerahkan kekuatan militer di dalam negeri. Departemen Kehakiman Amerika Serikat menyatakan bahwa membatasi kebijakan militer presiden adalah langkah yang berbahaya dan belum pernah terjadi sebelumnya. Menurut mereka, hanya presiden sebagai panglima tertinggi yang memiliki wewenang penuh dalam mengambil keputusan terkait penggunaan kekuatan militer.
Namun, Jaksa Agung California, Rob Bonta, memandang bahwa tindakan Trump adalah bentuk militerisasi berlebihan terhadap penanganan sipil. Ia menyatakan bahwa presiden telah melangkahi prosedur hukum dan bertindak seolah-olah hukum federal dapat diberlakukan tanpa pembatasan dalam konteks domestik. Sidang lanjutan nantinya diperkirakan akan menjadi momen penting untuk menentukan apakah tindakan Trump merupakan pelanggaran terhadap konstitusi atau justru bagian dari hak eksekutif dalam menjaga stabilitas nasional. []
Admin05