WASHINGTON – Hubungan strategis antara Amerika Serikat (AS) dan Qatar kembali ditegaskan setelah Presiden AS Donald Trump menandatangani sebuah Perintah Eksekutif yang berisi jaminan keamanan penuh terhadap Qatar. Keputusan ini dikeluarkan setelah insiden serangan Israel pada September lalu yang menargetkan pejabat Hamas di wilayah Qatar.
Langkah tersebut menandai peningkatan komitmen Washington terhadap sekutunya di kawasan Teluk. Trump menegaskan, Amerika akan memperlakukan setiap serangan bersenjata di Qatar sebagai ancaman langsung terhadap keamanan nasional AS.
“Mengingat ancaman yang terus berlanjut terhadap Negara Qatar yang ditimbulkan oleh agresi asing, merupakan kebijakan Amerika Serikat untuk menjamin keamanan dan integritas wilayah Negara Qatar dari serangan eksternal,” demikian bunyi Perintah Eksekutif yang ditandatangani Trump, dilansir AFP, Kamis (02/10/2025).
Pernyataan tersebut juga menegaskan kemungkinan respons keras dari Washington. “Jika terjadi serangan terhadap Qatar, Amerika Serikat akan mengambil semua tindakan yang sah dan tepat — termasuk diplomatik, ekonomi, dan jika perlu militer — untuk membela kepentingan Amerika Serikat dan Negara Qatar serta memulihkan perdamaian dan stabilitas,” lanjut perintah itu.
Pemerintah Qatar menyambut baik langkah Washington yang dianggap memperkuat keamanan kawasan. Kementerian Luar Negeri Qatar dalam pernyataannya menekankan bahwa keputusan Trump ini menjadi pengakuan penting bahwa serangan terhadap Qatar juga berdampak pada perdamaian internasional.
Sikap positif Doha juga menjadi sinyal bahwa hubungan kedua negara akan semakin erat, terutama di tengah meningkatnya ketegangan akibat konflik Gaza.
Kesepakatan ini muncul setelah serangan Israel pada 9 September lalu yang menargetkan pejabat Hamas di Qatar. Serangan tersebut terjadi saat Hamas tengah membahas proposal perdamaian yang digagas AS terkait perang di Gaza.
Insiden itu memicu reaksi keras dari Doha karena dilakukan di wilayah kedaulatan Qatar. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kemudian meminta maaf melalui sambungan telepon kepada Perdana Menteri Qatar langsung dari Gedung Putih. Ia berjanji serangan serupa tidak akan terulang.
Namun, menurut laporan media internasional, Netanyahu sempat menunjukkan sikap menantang sebelum akhirnya melunak ketika berada di Washington untuk bertemu dengan Presiden Trump.
Qatar memegang posisi penting bagi kepentingan geopolitik AS di kawasan Teluk. Negara itu menjadi tuan rumah pangkalan militer Al-Udeid, pangkalan terbesar AS di wilayah tersebut. Pangkalan ini juga berfungsi sebagai markas regional untuk operasi Komando Pusat AS (CENTCOM), yang bertanggung jawab atas operasi militer di Timur Tengah.
Dengan perintah eksekutif ini, Qatar semakin dipandang sebagai mitra utama Washington dalam menjaga stabilitas kawasan. Selain itu, langkah AS juga diinterpretasikan sebagai pesan tegas kepada negara-negara lain di Timur Tengah agar tidak melakukan provokasi terhadap Doha.
Keputusan AS diperkirakan akan menambah ketegangan diplomatik di kawasan, terutama dengan Israel. Meski Netanyahu telah meminta maaf, hubungan Israel dengan Qatar tetap renggang karena perbedaan pandangan terhadap Hamas dan konflik Gaza.
Bagi Washington, kebijakan ini sekaligus memperlihatkan upaya menyeimbangkan posisi antara menjaga aliansi dengan Israel dan mempertahankan hubungan strategis dengan Qatar. Namun, dinamika politik yang kompleks di Timur Tengah membuat setiap langkah diplomasi AS rentan menuai kritik, baik dari dalam negeri maupun dari sekutunya di kawasan.
Dengan jaminan keamanan yang baru ini, Qatar memiliki posisi tawar lebih kuat di panggung internasional. Doha diyakini akan semakin memainkan peran penting dalam mediasi konflik Gaza, sekaligus memperkokoh statusnya sebagai mitra strategis AS di Teluk. []
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan