KOTAWARINGIN TIMUR – Kepercayaan warga Desa Waringin Agung, Kecamatan Antang Kalang, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah, terhadap Kepala Desa Pengganti Antarwaktu (PAW) nyaris runtuh. Mereka menuding sang kades memperjualbelikan tanah milik masyarakat kepada perusahaan PT Bangkit Usaha Mandiri (BUM) tanpa sepengetahuan warga.
Puluhan warga yang geram akhirnya turun ke jalan. Rabu (29/10/2025), mereka memadati halaman kantor desa sambil membawa spanduk dan poster berisi kecaman keras terhadap pemimpin desa yang dianggap menyalahgunakan jabatannya.
Salah satu poster bertuliskan “Segera Mundur Kades, Hak Kami Dijual!” menjadi gambaran jelas amarah warga yang menuntut pertanggungjawaban. Aksi itu sempat memanas, diwarnai teriakan protes dan desakan agar kepala desa segera dicopot dari jabatannya.
Tokoh masyarakat, Carito, menyebut tindakan kepala desa sudah di luar batas. Ia menilai keputusan sepihak menjual tanah warga adalah bentuk pengkhianatan terhadap perjuangan panjang masyarakat.
“Alasan masyarakat demo karena kami sudah tidak percaya lagi. Kades sudah bertindak semena-mena dan mengecewakan rakyat,” ujar Carito, Jumat (31/10/2025).
Menurutnya, tanah seluas 103 hektare itu telah diperjuangkan warga selama bertahun-tahun dari klaim PT BUM. Masyarakat bahkan telah dua kali memenangkan gugatan di Pengadilan Tinggi Palangkaraya. Namun, perjuangan tersebut hancur setelah kepala desa menandatangani perjanjian damai dengan perusahaan.
“Kades menerima uang Rp1,5 miliar ke rekening pribadinya, dan sisanya Rp500 juta akan dibayar kemudian. Semua dilakukan tanpa sepengetahuan warga,” ungkap Carito yang juga menjabat Ketua RT.
Ia menegaskan tindakan itu bukan hanya pelanggaran etika pemerintahan, tetapi juga bentuk penyalahgunaan wewenang yang merugikan masyarakat desa.
“Tanah itu sudah kami perjuangkan bertahun-tahun. Kenapa malah dijual tanpa musyawarah?” tambahnya.
Nada kekecewaan serupa disampaikan M. Puna, warga setempat. Ia menyoroti ketidaktransparanan kades terkait proyek pembangunan gedung serbaguna yang didanai hibah PT BUM.
“Bukan kami menolak pembangunan, tapi tanah itu sudah ditetapkan untuk pasar. Tapi tiba-tiba dijadikan lokasi bangunan lain tanpa persetujuan warga,” ujarnya.
Menurutnya, tindakan sepihak ini mencerminkan lemahnya tata kelola desa yang partisipatif.
“Kades tidak pernah bermusyawarah. Karena itu, kami sepakat menuntut agar ia dicopot dari jabatan,” tegasnya.
Bagi warga Waringin Agung, tanah yang kini disengketakan bukan sekadar lahan, tetapi simbol harga diri dan masa depan generasi desa.
“Tanah itu tidak untuk dijual. Itu untuk masa depan anak cucu kami,” tutup Carito.
Sementara itu, warga masih menunggu langkah tegas dari pemerintah kecamatan maupun Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kotim untuk mengusut dugaan penyelewengan ini. Mereka menegaskan, jika tidak ada tindakan nyata, warga akan kembali turun ke jalan dengan aksi lebih besar. []
Fajar Hidayat
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan