KUTAI TIMUR – Upaya memperluas akses pendidikan bagi masyarakat terus dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Timur. Melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) bidang Pembinaan PAUD dan Pendidikan Non Formal (PNF), program pelatihan kewirausahaan kembali digelar dengan menyasar anak tidak sekolah (ATS).
Program ini dirancang sebagai jembatan alternatif bagi mereka yang tidak sempat menempuh pendidikan formal. Tidak hanya berfokus pada kesetaraan pendidikan, kegiatan ini juga membekali peserta dengan keterampilan praktis agar mampu mandiri secara ekonomi.
Salah satu bentuk pelatihan yang diberikan adalah pengolahan minyak bekas atau jelantah menjadi produk bernilai tambah, seperti chunky bag dan sabun. Tahun sebelumnya, pelatihan serupa juga menghadirkan materi pastry and bakery serta keterampilan menjahit.
“Diharapkan sekolah non formal menjadi alternatif masyarakat yang tidak bisa sekolah formal, misalnya punya ijazah SD nanti tidak langsung di tahun pertama ikut ujian, namun tetap ada proses pembelajaran hanya saja waktunya fleksibel,” jelas Heru, Minggu (21/09/2025).
Heru menekankan, fleksibilitas pembelajaran menjadi kunci agar pendidikan non formal dapat menjangkau lebih banyak orang. Prosesnya bisa ditempuh lewat tatap muka, pembelajaran daring, maupun dengan modul cetak sehingga tidak memberatkan mereka yang sudah bekerja.
Menurutnya, banyak anak yang tidak bersekolah bukan semata karena enggan belajar, melainkan terpaksa bekerja untuk membantu ekonomi keluarga. Melalui jalur pendidikan non formal, kendala tersebut bisa teratasi tanpa harus mengorbankan kesempatan memperoleh ilmu.
Selain menghadirkan keterampilan, Disdikbud Kutim juga melakukan validasi data anak tidak sekolah. Hasilnya, hingga September 2025 jumlah ATS berkurang sekitar 9.600 orang. Data tersebut dibagi menjadi tiga kategori, yakni anak belum pernah bersekolah (BPB), anak putus sekolah atau drop out (DO), serta anak yang sudah lulus tetapi tidak melanjutkan (TM).
“Dari ketiga kategori tersebut, paling banyak di Kutai Timur merupakan anak belum pernah bersekolah,” beber Heru.
Namun, validasi juga menemukan sejumlah data yang tidak sesuai. Ada anak yang ternyata sudah meninggal, ada pula yang masih bersekolah di tingkat SD atau SMP. Untuk mengatasi ketidaksesuaian ini, Disdikbud akan berkoordinasi dengan Disdukcapil Kutim.
“Paling banyak datanya di Sangatta Utara dan Bengalon, sebab di sana padat penduduk dan banyak pendatang karena ada perusahaan besar,” terangnya.
Melalui program ini, pemerintah daerah berharap angka anak tidak sekolah di Kutim bisa terus ditekan. Lebih jauh, dengan keterampilan tambahan yang diberikan, anak-anak yang semula tidak bersekolah diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup mereka sekaligus berkontribusi bagi pembangunan daerah. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan