SURABAYA — Pakar imunologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair), dr Agung Dwi Wahyu Widodo, mengungkapkan bahwa vaksin generasi awal yang sebelumnya diterima masyarakat kini dinilai tidak lagi efektif dalam menghadapi varian-varian baru Covid-19. Hal ini seiring meningkatnya kembali kasus Covid-19 di sejumlah negara Asia, termasuk varian terbaru yang kian bermutasi.
“Vaksin lama kurang efektif terhadap varian baru. Virus mutasi seperti Omicron dan Nimbus mampu menghindari sistem kekebalan yang terbentuk oleh vaksin generasi awal. Hal ini menjadi tantangan baru dalam menghadapi penyebaran varian mutakhir,” ujar Agung, Jumat (13/6).
Agung menyarankan agar pemerintah dan pihak terkait segera mengembangkan vaksin yang secara spesifik dirancang untuk melawan varian terbaru dari virus corona, seperti halnya vaksin influenza musiman yang diperbarui secara berkala untuk mengimbangi perubahan virus. “Kita membutuhkan vaksin baru, sama seperti pada kasus influenza musiman. Vaksin yang diperbarui bisa memberi perlindungan lebih baik,” lanjutnya.
Meskipun gejala yang ditimbulkan cenderung lebih ringan dibanding awal pandemi, Agung menegaskan bahwa virus ini tetap perlu diwaspadai. Menurutnya, ancaman masih nyata mengingat virus terus mengalami mutasi dan masyarakat mulai longgar dalam menjaga protokol kesehatan. “Kita sudah melewati pandemi sekitar empat tahun lalu. Jadi, kalau ada kenaikan sedikit, itu masih bisa dikatakan wajar. Namun, kita tetap harus waspada karena tidak menutup kemungkinan virus ini belum benar-benar hilang,” ujarnya.
Agung mengidentifikasi tiga faktor utama yang menyebabkan lonjakan kasus belakangan ini, yakni munculnya varian baru, turunnya kekebalan tubuh populasi, serta perubahan perilaku masyarakat pascapandemi. Kombinasi ini menciptakan celah penyebaran yang lebih luas dan cepat. “Varian baru ini merupakan hasil mutasi Omicron, mulai dari JN.1 hingga NB.1.8.1. Varian NB.1.8.1 ini dikenal dengan nama Nimbus. Nimbus memiliki perbedaan struktur spike yang sangat signifikan dari varian Omicron sebelumnya,” terang Agung.
Selain faktor virus, perubahan musim turut memperburuk situasi. Musim yang semula diperkirakan panas ternyata berubah menjadi dingin dan lembap, yang menjadi lingkungan ideal bagi penyebaran virus. Ia juga menyoroti rendahnya intensitas pemeriksaan dan pelacakan kasus yang membuat banyak infeksi tidak terdeteksi. “Banyak orang merasa Covid-19 sudah tidak ada sehingga mereka mengabaikan protokol kesehatan. Padahal, tidak adanya pemeriksaan bukan berarti virus benar-benar hilang,” jelasnya.
Untuk mencegah penyebaran lebih lanjut, Agung mengimbau masyarakat untuk memperkuat daya tahan tubuh dengan menjaga pola hidup sehat, seperti mengonsumsi makanan bergizi, cukup istirahat, olahraga, dan menghindari stres. Ia juga mengingatkan pentingnya penggunaan masker di tempat umum sebagai bagian dari kewaspadaan dasar. []
Redaksi10