Vendor Lalai, Anak Sekolah Jadi Korban

PALANGKA RAYA – Program Sekolah Rakyat di Kota Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), kembali disorot. Bukan karena prestasi, tetapi akibat dugaan kelalaian dalam penyediaan makanan bagi siswa yang dianggap belum matang sempurna.

Keluhan itu pertama kali muncul dari para siswa yang mencicipi langsung hidangan yang disiapkan vendor penyedia makanan. Beberapa di antaranya mengeluhkan rasa dan aroma yang dinilai tidak layak konsumsi.

Kasus ini dengan cepat menyebar di media sosial dan menimbulkan reaksi berantai di masyarakat. Banyak pihak mempertanyakan sejauh mana pengawasan pemerintah terhadap pelaksanaan program yang diklaim pro-rakyat tersebut.

“Jika terdapat kekurangan-kekurangan, kita minta segera diperbaiki,” ujar Anggota DPRD Kalteng, Sudarsono, saat dihubungi melalui pesan daring, Jumat (31/10/2025).

Legislator dari dapil Kotawaringin Timur–Seruyan itu menilai, persoalan ini tak bisa dibiarkan tanpa penjelasan resmi dari pihak penanggung jawab. Ia mendesak adanya klarifikasi terbuka agar publik tidak menilai buruk keseluruhan program.

“Pihak penanggung jawab perlu segera memberikan klarifikasi agar persoalan ini tidak berlarut-larut,” tegas mantan Bupati Seruyan tersebut.

Menurutnya, Sekolah Rakyat sejatinya hadir untuk menjamin kebutuhan dasar siswa, termasuk gizi dan kenyamanan belajar. Karena itu, setiap keluhan harus dijadikan bahan evaluasi menyeluruh agar kualitas layanan terus membaik.

Sementara itu, Wakil Bupati Kotim, Irawati, turun langsung meninjau sekolah dan vendor usai video makanan belum matang viral di media sosial. Ia mengumpulkan seluruh pihak terkait untuk mengevaluasi kejadian tersebut.

“Kami dari pemerintah daerah langsung turun melakukan evaluasi. Kami kumpulkan kepala sekolah, guru, pamong, wali asuh, wali asrama, termasuk vendor penyedia makanan,” ujar Irawati, Rabu (30/10/2025).

Irawati menegaskan, insiden tersebut merupakan kelalaian pihak vendor, bukan kesalahan pihak sekolah. Namun ia tak menampik perlunya pengawasan lebih ketat.

“Setiap kelalaian yang dilakukan langsung diganti oleh vendor. Pengawasan tetap berjalan, jadi kami fokus mengevaluasi agar kualitasnya meningkat,” ujarnya.

Ia menambahkan, pemerintah daerah tak ingin insiden semacam ini membesar dan mencoreng reputasi sekolah yang kini mendapat sorotan hingga tingkat nasional.

Namun di balik klarifikasi itu, publik menilai, pengawasan terhadap pelaksanaan program sosial seharusnya tidak hanya bersifat reaktif setelah viral, tetapi proaktif dan transparan sejak awal. Sebab, yang dipertaruhkan bukan hanya nama sekolah, tetapi kepercayaan masyarakat terhadap program pendidikan yang dibiayai dari uang rakyat. []

Fajar Hidayat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com