SAMARINDA – Rencana penutupan alur Sungai Mahakam pasca insiden tabrakan kapal dengan Jembatan Mahakam I menuai protes keras dari berbagai pihak, khususnya para pelaku usaha dan pekerja sektor maritim. Sejumlah pihak mengusulkan agar lalu lintas kapal yang mengangkut batu bara dihentikan demi menjaga keamanan jembatan. Namun, wacana ini langsung ditentang oleh masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari jalur transportasi sungai.
Ratusan orang yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pelabuhan Maritim Samarinda menggelar aksi unjuk rasa menolak rencana penutupan alur tersebut. Mereka menyuarakan keberatan karena kebijakan ini diperkirakan akan merugikan sektor industri dan perdagangan, serta berpotensi memicu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal yang dapat merusak perekonomian Kalimantan Timur.
Koordinator Aliansi Masyarakat Pelabuhan Maritim, Syaifudin Majid, menegaskan bahwa penutupan alur Sungai Mahakam bukanlah solusi yang tepat. Ia menjelaskan bahwa jika alur ini ditutup, maka banyak ponton yang tidak dapat beroperasi, yang berujung pada dampak negatif bagi ribuan pekerja yang menggantungkan hidupnya di sektor ini. “Sekali saja alur Sungai Mahakam ditutup, puluhan hingga ratusan ponton tidak bisa beroperasi. Bagaimana nasib mereka?” ujarnya, Rabu (12/03/2025).
Syaifudin juga mengungkapkan bahwa Sungai Mahakam bukan hanya jalur transportasi batu bara, tetapi juga penggerak ekonomi Kalimantan Timur secara keseluruhan. Berbagai komoditas selain batu bara juga diangkut melalui sungai ini, seperti produk-produk yang mendukung industri dan perdagangan daerah.
Peserta aksi lainnya, Rusdi, mengingatkan bahwa pemerintah seharusnya fokus pada peningkatan infrastruktur keselamatan di sekitar jembatan dan jalur pelayaran. Menurutnya, solusi yang diusulkan adalah memperkuat pelindung jembatan agar lebih kokoh dan mampu menahan benturan kapal tanpa merusak struktur jembatan. “Perbaiki sistem keselamatan dan infrastruktur, bukan dengan menutup jalur sungai yang menjadi penggerak ekonomi,” ujar Rusdi.
Salah satu kekhawatiran utama adalah potensi lonjakan angka pengangguran akibat PHK massal yang akan terjadi jika rencana penutupan diterapkan. Agen kapal, buruh bongkar muat, sopir angkutan barang, hingga pemilik kapal yang selama ini bergantung pada alur Sungai Mahakam akan merasakan dampak langsung dari kebijakan tersebut.
Meski demikian, keputusan akhir mengenai penutupan alur Sungai Mahakam masih berada di tangan Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Samarinda. Desakan dari masyarakat agar pemerintah mempertimbangkan solusi yang lebih bijak terus menguat. Mereka berharap agar perbaikan infrastruktur dan penguatan regulasi keselamatan menjadi prioritas utama, bukan penutupan jalur transportasi yang telah lama menjadi tulang punggung perekonomian Kalimantan Timur.
Masyarakat berharap agar kebijakan yang diambil dapat memperhatikan dampak sosial dan ekonomi, serta tidak merugikan sektor yang selama ini menopang kehidupan banyak orang di Kalimantan Timur. “Jangan tutup Sungai Mahakam, itu bukan solusi,” tegas Syaifudin []
Redaksi03