JAKARTA – Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mengungkapkan bahwa sejumlah kepala negara kerap mengeluhkan krisis pangan saat berkunjung ke Indonesia, meski negeri ini justru mencatat stok pangan berlimpah. Pernyataan ini disampaikannya saat menghadiri penutupan Muktamar ke-15 Persatuan Umat Islam (PUI) di Kantor Gubernur Sumatera Utara, Medan, Kamis (15/5/2025) malam. Menurut Gibran, keberhasilan Indonesia mencapai surplus pangan tidak lepas dari fokus pemerintah dalam mengatasi persoalan struktural sektor pertanian.
“Banyak kepala negara yang berkunjung ke Istana menemui saya dan Bapak Presiden. Semuanya mengeluh masalah pangan, tapi kita justru surplus. Ini karena kita fokus menyelesaikan masalah pangan dari hulu ke hilir,” kata Gibran. Ia menegaskan, ketahanan pangan menjadi prioritas utama Presiden Prabowo Subianto, mengingat kemandirian pangan adalah fondasi kedaulatan negara.
Gibran membeberkan langkah konkret pemerintah, termasuk pembangunan 53 bendungan baru, 45 di antaranya telah beroperasi mengairi lahan pertanian. Anggaran Rp12 triliun dialokasikan untuk memperbaiki infrastruktur irigasi yang sebelumnya rusak. “Presiden sangat fokus pada swasembada pangan. Contohnya, saat saya ke NTT pekan lalu, kami pastikan pupuk tersedia, bibit berkualitas, dan irigasi lancar,” ujarnya.
Wapres juga menyoroti upaya pemberantasan mafia pupuk yang selama ini menghambat distribusi. “Mafia pupuk diberantas. Menteri Pertanian kita pun tidak hanya di kantor, tetapi turun langsung ke sawah,” tegasnya. Reformasi regulasi menjadi bagian dari strategi ini, dengan memangkas 145 aturan tumpang tindih, khususnya yang terkait distribusi pupuk, untuk mempermudah akses petani.
Gibran menambahkan, penyederhanaan birokrasi bertujuan mempercepat pembangunan sektor pertanian. “Regulasi dibuat adaptif dan efisien agar tidak membebani petani,” jelasnya. Langkah ini diyakini mampu menjaga ketahanan pangan nasional di tengah ketidakpastian global, sekaligus mempertahankan Indonesia sebagai contoh positif bagi negara lain.
Menurutnya, keberhasilan Indonesia dalam menjaga surplus pangan tidak hanya mengandalkan sumber daya alam, tetapi juga kolaborasi antarlembaga dan transparansi kebijakan. “Kami tidak ingin ada lagi praktik kartel atau penimbunan yang merugikan petani dan konsumen,” tegas Gibran.
Data Kementerian Pertanian menunjukkan, produksi beras nasional periode 2024-2025 mencapai 34,5 juta ton, surplus 6,2 juta ton. Capaian ini didukung peningkatan produktivitas lahan sebesar 8% setelah perbaikan irigasi dan distribusi pupuk bersubsidi yang tepat sasaran.
Analis kebijakan pangan dari Institut Pertanian Bogor, Prof. Ahmad Hermawan, menilai langkah pemerintah mengintegrasikan infrastruktur dengan reformasi regulasi patut diapresiasi. “Pembangunan bendungan dan pemberantasan mafia pupuk adalah dua sisi mata uang yang saling melengkapi untuk swasembada,” ujarnya.
Dengan komitmen ini, pemerintah optimistis Indonesia tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi juga berpotensi menjadi eksportir pangan strategis di kawasan Asia Tenggara pada 2030.[]
Redaksi11
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan