YERUSALEM – Lebih dari 20 warga dilaporkan meninggal dunia pada Minggu (1/6/2025) di salah satu titik distribusi bantuan kemanusiaan di Jalur Gaza. Informasi tersebut disampaikan oleh rumah sakit yang dijalankan oleh Palang Merah, yang menerima para jenazah korban. Lokasi distribusi itu dikelola oleh Gaza Humanitarian Foundation (GHF), organisasi asal Amerika Serikat yang beroperasi dengan dukungan otoritas Israel.
Sejumlah saksi mata mengatakan kepada kantor berita Associated Press (AP) bahwa Pasukan Pertahanan Israel (IDF) melepaskan tembakan ke arah kerumunan warga yang sedang menuju pusat distribusi bantuan di Rafah. “Ada banyak martir (korban meninggal), termasuk wanita,” kata seorang penduduk setempat berusia 40 tahun. “Kami berada sekitar 300 meter dari militer (IDF).”
Korban luka dilaporkan mencapai 175 orang. Para korban kini tengah menjalani perawatan medis di fasilitas rumah sakit terdekat. Rumah sakit lapangan tidak menyebutkan secara pasti pihak yang bertanggung jawab atas penembakan, tetapi mengonfirmasi bahwa skala korban sangat besar. “Seorang reporter AP mengamati perawatan banyak pasien di tempat kejadian,” menurut laporan RNTV, Minggu.
IDF dalam keterangannya menyatakan bahwa mereka “saat ini tidak mengetahui” adanya korban dalam insiden tersebut, namun pihak militer menyebut sedang melakukan penyelidikan. Sementara itu, GHF menyatakan bahwa distribusi bantuan yang mereka lakukan pada Minggu pagi berlangsung “tanpa insiden”, dan membantah telah terjadi kekacauan di lokasi yang mereka kelola, meski berada di zona kontrol militer yang membatasi akses independen.
Ibrahim Abu Saoud, salah satu saksi mata, menyebut bahwa penembakan terjadi dari jarak sekitar 300 meter oleh tentara IDF. Ia mengaku melihat banyak warga dengan luka tembak, termasuk seorang pemuda yang meninggal di tempat. “Kami tidak dapat menolongnya,” ujarnya. Saksi lain, Mohammed Abu Teaima, mengungkapkan bahwa sepupunya dan seorang perempuan tewas dalam perjalanan menuju pusat bantuan. “Mereka melepaskan tembakan gencar langsung ke arah kami,” katanya.
Titik distribusi yang menjadi lokasi insiden merupakan bagian dari sistem baru pengiriman bantuan yang menuai kritik. GHF sebagai lembaga pelaksana dinilai belum memiliki kapasitas logistik yang memadai di tengah zona konflik aktif. Ketegangan pun meningkat, terlebih sejak peristiwa pada 28 Mei lalu ketika Hamas menuduh Israel membunuh tiga warga Palestina dan melukai puluhan lainnya di pusat distribusi bantuan. Tuduhan itu dibantah oleh militer Israel yang menyatakan hanya melepaskan tembakan peringatan untuk mengendalikan situasi.
PBB dan sejumlah organisasi kemanusiaan menyampaikan keberatan atas sistem distribusi bantuan yang baru, menilai skema itu tidak efektif untuk menjangkau 2,3 juta penduduk Gaza. Mereka juga menyatakan kekhawatiran bahwa skema ini membuka ruang penggunaan bantuan sebagai alat tekanan politik. Kepala UNRWA, Philippe Lazzarini, mengkritik model distribusi yang didukung Amerika Serikat itu sebagai “pemborosan sumber daya dan pengalih perhatian dari kekejaman”. Ia menyatakan, “Komunitas kemanusiaan di Gaza, termasuk UNRWA, sudah siap. Kami memiliki pengalaman dan keahlian untuk menjangkau orang-orang yang membutuhkan.”
Laporan terbaru dari pemantau kelaparan global menyebut bahwa hampir setengah juta warga Gaza menghadapi kelaparan. Komite Perencanaan Internasional (IPC) memperingatkan bahwa 71.000 anak di bawah lima tahun berisiko mengalami kekurangan gizi akut, dengan lebih dari 14.000 di antaranya diprediksi mengalami kondisi parah.
Sementara itu, insiden di pusat distribusi terjadi di tengah proses negosiasi gencatan senjata antara Israel dan Hamas. Pada Sabtu lalu, Hamas mengumumkan telah menyerahkan tanggapan yang telah diubah terhadap usulan dari utusan AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff. Hamas mengklaim kesepakatan mencakup pembebasan 10 tawanan hidup dan 18 jenazah, serta menuntut penghentian total perang dan pembebasan bertahap tawanan selama 60 hari.
Namun Witkoff menyebut tanggapan Hamas sebagai “sama sekali tidak dapat diterima dan hanya membawa kita mundur.” Pemerintah Israel menyatakan bahwa meskipun mereka telah menerima garis besar usulan tersebut, Hamas tetap menolaknya. Di sisi lain, pejabat senior Hamas menilai penolakan Witkoff tidak adil dan menunjukkan keberpihakan kepada Israel. []
Redaksi11