Warga Kubu Raya Ancam Laporkan PT PAL ke Kementerian

KUBU RAYA – Ketegangan antara warga Desa Sepuk Laut, Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, dengan pihak PT Punggur Alam Lestari (PT PAL) semakin memuncak seiring desakan masyarakat terhadap pencabutan izin Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan tersebut. Tuntutan ini mengemuka dalam musyawarah desa yang digelar pada Kamis (3/7/2025), di mana tokoh masyarakat seperti Rustam Bujang dan Azis Buka (Wak Ateb) secara tegas menyampaikan aspirasi kepada perwakilan perusahaan, Gubron, selaku Humas PT PAL.

Masyarakat menyatakan bahwa sejak diberikan izin HGU pada 2014, perusahaan tidak kunjung merealisasikan kewajiban pembangunan kebun plasma yang seharusnya mencapai 20 persen dari total luasan HGU. Berdasarkan catatan warga, total area yang dikuasai PT PAL di Desa Sepuk Laut seluas 973,53 hektare. Dengan demikian, perusahaan berkewajiban menyediakan setidaknya 194,7 hektare untuk kebun plasma masyarakat, sesuatu yang selama lebih dari satu dekade belum pernah diwujudkan.

“Perusahaan telah menikmati hasil panen ribuan ton sawit, tetapi hak masyarakat sama sekali tidak diberikan,” ujar Rustam Bujang dalam forum. Ia menilai, tindakan ini merupakan bentuk nyata dari pengabaian kewajiban hukum dan ketidakadilan terhadap warga yang hidup berdampingan dengan lahan konsesi.

Dalam musyawarah tersebut, warga mengkritisi langkah perusahaan yang baru berniat membangun plasma pada tahun 2025. Lebih lanjut, PT PAL disebut mensyaratkan penyerahan Sertifikat Hak Milik (SHM) dari masyarakat sebagai prasyarat pembangunan plasma. Bagi warga, ini merupakan upaya mengalihkan substansi persoalan dan menyimpang dari aturan yang berlaku.

Ketentuan hukum yang dilanggar menurut warga antara lain Peraturan Menteri Pertanian No. 26 Tahun 2007 Pasal 11, yang menyatakan setiap perusahaan wajib mengalokasikan minimal 20 persen lahan HGU untuk plasma. Selain itu, terdapat pula pelanggaran terhadap Undang-Undang No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan dan Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960, yang menekankan pentingnya pemerataan dan kemitraan dalam pengelolaan agraria nasional.

Kepala Desa Sepuk Laut, Muhammad Ali, menegaskan bahwa kesabaran masyarakat telah mencapai batas. Ia menyatakan, bila kewajiban plasma sejak 2014 tidak dipenuhi, dirinya akan menempuh langkah hukum dan merekomendasikan pencabutan izin HGU perusahaan.

“Kalau PT PAL ingin membangun plasma tahun ini, silakan. Tapi hak masyarakat sejak 2014 harus diselesaikan dulu. Kalau tidak, saya akan tempuh jalur hukum dan merekomendasikan pencabutan izin mereka kepada kementerian terkait,” tegasnya.

Desa Sepuk Laut kini menaruh harapan besar kepada Kementerian Pertanian, ATR/BPN, dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat untuk segera mengambil langkah tegas. Warga meminta dilakukan audit terhadap pelaksanaan HGU PT PAL sejak 2014, serta peninjauan izin operasional perusahaan.

Masyarakat juga menyerukan agar sanksi administratif maupun pidana diberikan sesuai peraturan perundang-undangan. Mereka menilai kasus ini menjadi cerminan lemahnya penegakan hukum terhadap perusahaan skala besar yang selama bertahun-tahun dapat menghindari tanggung jawab sosial tanpa konsekuensi berarti.

Jika tidak ada penyelesaian, masyarakat menyatakan akan melakukan advokasi secara kolektif hingga ke tingkat pusat sebagai bentuk perlawanan terhadap ketimpangan dan ketidakadilan struktural di wilayah mereka.[]

Admin05

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com