PAPUA – Sekretariat Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Papua melaporkan adanya korban sipil yang tewas dalam operasi militer yang dilakukan di Kampung Jaindapa, Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, Papua Tengah. Kepala Sekretariat Komnas HAM Papua, Frits Ramandey, menyampaikan bahwa salah satu korban tewas adalah seorang perempuan bernama Hetina Mirip. Ia mengatakan korban meninggal dunia akibat tembakan dalam operasi militer yang digelar oleh Satgas Habema TNI pada Rabu (14/05/2025).
Menurut Frits, informasi tersebut didapat dari laporan mitra Komnas HAM yang berada di lapangan. Ia menyebutkan jenazah Hetina Mirip ditemukan dalam keadaan tidak layak pada Jumat (23/05/2025), sembilan hari setelah operasi berlangsung. “Ketika melakukan pencarian menemukan bahwa ibu itu setelah tertembak lalu dikubur dengan cara yang tidak manusiawi. Sehingga sebagian tubuhnya itu tidak bisa terkubur,” ujarnya kepada wartawan, Senin (26/05/2025).
Frits menegaskan bahwa hingga kini belum ada verifikasi mengenai pelaku penembakan terhadap Hetina Mirip. Ia menyatakan bahwa belum dapat dipastikan apakah peluru yang mengenai korban berasal dari aparat TNI atau dari kelompok bersenjata Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB). “Itu yang belum bisa kita verifikasi. Apakah TNI atau kelompok lain. Itu kami belum bisa verifikasi,” tuturnya.
Frits menambahkan bahwa dalam tradisi masyarakat suku Migani yang tinggal di Intan Jaya, perempuan tidak boleh menjadi sasaran kekerasan, apalagi sampai meninggal dunia akibat konflik bersenjata. “Dalam tradisi orang di sekitar situ, perempuan pasti tidak bisa menjadi target kekerasan. Apalagi sampai ditembak. Karena itu bertentangan dengan kearifan lokal,” imbuhnya.
Sementara itu, Koalisi Masyarakat Sipil merilis pernyataan dari anak Hetina Mirip, Antonia Hilaria Wandagau, yang meminta perhatian dari Presiden Prabowo Subianto terhadap konflik bersenjata di Papua yang telah memakan korban jiwa dari kalangan warga sipil. Ia menegaskan bahwa ibunya bukanlah anggota kelompok bersenjata maupun pihak yang memusuhi negara.
“Ibu saya, Hetina Mirip, bukan kombatan. Ia bukan bagian dari kelompok bersenjata, bukan pula musuh negara. Ia hanya seorang perempuan Papua, ibu rumah tangga,” ujarnya. Ia menyampaikan bahwa rumah mereka dikepung, dan ibunya ditembak lalu dibakar di halaman rumah. “Tentara datang, rumah kami dikepung, dan ibuku ditembak, dibakar di halaman rumah, tepat di depan mata saya. Ia dikubur tanpa upacara, tanpa upaya hukum,” sambungnya.
Hingga berita ini ditulis, Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen Kristomei Sianturi, belum memberikan tanggapan atas permintaan konfirmasi dari Media terkait kematian Hetina Mirip.
Sebelumnya, Satgas Habema TNI menyatakan telah menewaskan 18 anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) dalam kontak tembak di Distrik Sugapa pada hari yang sama, Rabu (14/05/2025). Menurut Dansatgas Media Koops Habema, Letkol Iwan Dwi, operasi dimulai sejak pukul 04.00 hingga 05.00 WIT dan mencakup beberapa wilayah seperti Kampung Titigi, Ndugusiga, Jaindapa, Sugapa Lama, dan Zanamba.
Di sisi lain, Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) menyatakan bahwa terdapat tiga warga sipil yang turut menjadi korban dalam insiden bersenjata tersebut. Kepala Biro PGI Papua, Pendeta Ronald Rischard Tapilatu, mengatakan ketiga korban adalah penduduk sipil yang berada di lokasi kontak senjata antara TNI dan kelompok OPM.
Pihak Mabes TNI melalui Mayjen Kristomei Sianturi sebelumnya menyampaikan bahwa seluruh korban dalam kontak tembak pada 14 Mei 2025 merupakan anggota OPM. “18 korban kontak tembak yang terjadi pada tanggal 14 Mei 2025 seluruhnya adalah anggota OPM, hal itu sudah dikonfirmasikan kepada masyarakat setempat,” ujarnya pada Selasa (20/05/2025). []
Redaksi11