SWEDIA – Ketegangan di Eropa mendorong warga Swedia menatap masa depan dengan rasa cemas bercampur waspada. Kekhawatiran akan kemungkinan perang membuat sebagian warga mulai menimbun bahan makanan dan perlengkapan darurat di rumah mereka, langkah yang dulu dianggap berlebihan kini menjadi bentuk kewaspadaan baru.
Dalam sebuah pameran kesiapsiagaan di barat daya Stockholm, Sirkka Petrykowska (71) mengaku telah mempersiapkan diri menghadapi skenario terburuk. “Saya sudah membeli kompor camping. Saya mengikuti kursus tentang cara pengawetan tradisional, di mana sayuran, daging, dan buah bisa diawetkan hingga 30 tahun tanpa lemari es,” katanya kepada AFP, Sabtu (04/10/2025).
“Saya juga sudah menyiapkan selimut untuk kehangatan, membeli kompor gas untuk pemanas, dan menimbun persediaan di rumah pedesaan saya,” lanjutnya.
Langkah Petrykowska mencerminkan semangat kesiapsiagaan yang kini digelorakan pemerintah Swedia. Melalui Pekan Kesiapsiagaan tahunan yang digelar akhir September lalu, otoritas negeri Skandinavia itu berupaya membangkitkan kesadaran publik sebagai bagian dari strategi “pertahanan total” konsep yang dihidupkan kembali sejak Rusia mencaplok Krimea pada 2015 dan diperkuat setelah invasi ke Ukraina tahun 2022.
Fokus strategi ini adalah tanggung jawab pribadi. Warga diminta menyiapkan cadangan makanan untuk bertahan setidaknya tujuh hari tanpa bantuan luar ketika krisis datang. “Dengan begitu sumber daya bisa lebih dulu diarahkan, misalnya, untuk orang lanjut usia dan orang sakit. Sementara itu, masyarakat punya waktu untuk menyesuaikan diri sehingga semua orang bisa mendapat bantuan,” tulis Badan Pangan Swedia di situs resminya.
Badan Penanggulangan Bencana Sipil Swedia (MSB) pun merilis daftar makanan yang direkomendasikan: mulai dari pesto, daging atau ikan kering, selai, cokelat, kentang tumbuk, susu bubuk, hingga biskuit semuanya tinggi lemak dan protein serta tahan lama.
Di Stockholm, Martin Svennberg, seorang pengembang bisnis, mengikuti imbauan itu dengan penuh keseriusan. Ia menimbun bahan pangan dalam jumlah besar di ruang bawah tanah rumahnya. Kotak-kotak berisi 100 kilogram tepung, puluhan kaleng makanan, dan aneka makanan kering beku disimpannya rapat untuk memastikan keluarganya bisa bertahan hingga tiga bulan.
“Menyimpan makanan yang kamu suka dan biasa kamu makan dalam kehidupan sehari-hari, menurut saya itu sangat penting,” ujarnya. “Maksud saya, ketika kamu pulang ke rumah ibu atau ayahmu dan mendapat makanan yang mereka buat sejak kamu kecil, kamu merasakan kelegaan dan nostalgia. Hal yang sama juga berlaku untuk makanan dalam situasi krisis.”
Dalam suasana global yang tak pasti, ketakutan perlahan berubah menjadi naluri bertahan. Bagi warga Swedia, kesiapan bukan lagi sekadar imbauan pemerintah, tetapi kebutuhan emosional untuk menenangkan diri di tengah bayang-bayang perang. []
Admin04
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan