TARAKAN — Suasana rapat dengar pendapat (RDP) di Gedung DPRD Tarakan, Sabtu (01/11/2025), berubah panas ketika pembahasan soal sengketa limbah PT Pura Rindang (PT PRI) kembali menemui jalan buntu. Rapat yang berlangsung selama lima jam itu berakhir tanpa kesepakatan, memicu kekecewaan mendalam dari warga pemilik lahan yang terdampak.
Puluhan warga hadir bersama perwakilan Komisi I DPRD Tarakan, Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Dinas Pertanian, Polres Tarakan, serta pihak PT PRI. Namun, alih-alih menemukan solusi, forum justru memanas dan penuh ketegangan.
Ketua Komisi I DPRD Tarakan, Adyansah, mengakui rapat berjalan sangat alot dan tidak membuahkan hasil. Menurutnya, kebuntuan disebabkan karena perwakilan perusahaan yang datang tidak memiliki wewenang mengambil keputusan finansial. “RDP hari ini sangat alot dan tidak ada titik temu dari jam 10 sampai jam 4 sore. Belum lagi, SSL PT PRI, Oemar Kadir, tidak bisa mengambil keputusan secara penuh, apalagi terkait keputusan yang menyangkut nilai,” ujar Adyansah.
Ia menjelaskan, DPRD telah menekan perusahaan agar segera menentukan sikap melalui dua opsi: menggeser lokasi limbah atau membeli lahan warga yang terdampak. “Kami sudah pesan agar perwakilan PT PRI segera koordinasi ke owner perusahaan terkait dua opsi itu penggeseran limbah atau pembelian lahan dengan nilai yang ditentukan masyarakat,” jelasnya.
Pihak PT PRI disebut meminta waktu tiga hari kerja untuk berkomunikasi dengan manajemen pusat melalui Zoom. Namun DPRD menegaskan tetap berpihak pada masyarakat. “Paling penting, kami di DPR tetap berada di garda masyarakat,” tegas Adyansah.
Sementara itu, juru bicara warga terdampak, Yapdin Situmorang, meluapkan kekecewaannya. Ia menilai rapat kali ini hanya mengulang kegagalan sebelumnya tanpa hasil nyata. “Ya, seperti RDP sebelumnya. Karena pemerintah masih menggendong pihak PRI. Makanya saya sampaikan, lepaskan,” ujarnya dengan nada tinggi.
Yapdin bahkan menuding alasan pihak perusahaan yang tidak bisa mengambil keputusan hanyalah trik untuk menunda penyelesaian. “Itu ngomong kosong semua. Itu trik-trik anak kecil,” cetusnya kesal.
Menurut Yapdin, tuntutan masyarakat kini sudah jauh lebih ringan. Mereka tidak lagi menuntut ganti rugi besar, melainkan hanya mengganti tanam tumbuh dan modal pupuk agar lahan bisa kembali produktif. “Kita bukan menuntut Rp 2 miliar lagi. Kami hanya menuntut ganti rugi tanam tumbuh dan modal beli pupuk. Malah hal itu jauh lebih ringan,” jelasnya.
Namun kesabaran warga tampaknya sudah menipis. Yapdin memberi ultimatum keras kepada PT PRI: tiga hari untuk mengambil keputusan atau masyarakat akan kembali turun ke lapangan. “Karena ini buntu, kami tetap berikan waktu tiga hari. Jika dalam tiga hari tidak ada solusi, masyarakat akan kembali turun ke lokasi. Itu saja,” tegasnya.
Kondisi di lapangan kini semakin panas. DPRD berjanji akan menekan manajemen pusat PT PRI agar segera hadir langsung di Tarakan untuk mencari solusi nyata. Namun, warga menegaskan tidak akan diam jika janji itu kembali diingkari. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan