DLH Kaji Ulang Izin Pabrik Kelapa Sawit HKI

SAMARINDA — Proses pendirian pabrik pengolahan kelapa sawit milik PT Hamparan Khatulistiwa Indah (HKI) di Kampung Muara Siram, Kecamatan Bongan, Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) menuai sorotan. Meskipun telah mengantongi sejumlah izin dari pemerintah pusat, persoalan di tingkat lokal justru menunjukkan bahwa aspek sosial dan lingkungan masih menjadi kendala serius.

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kaltim saat ini tengah melakukan mediasi guna menjembatani berbagai kepentingan yang bersinggungan. Kepala DLH Kaltim Anwar Sanusi menyatakan bahwa pihaknya tengah menelusuri legalitas dan prosedur pendirian pabrik tersebut. “Terkait konflik ini, kami telaah aturan-aturan yang berlaku untuk pendirian perusahaan kelapa sawit ini, apakah sudah sesuai prosedur atau belum serta memastikan apakah seluruh persyaratan sudah lengkap atau belum. Ini krusial,” ujarnya di Kantor DLH Kaltim, Jalan MT Haryono, Samarinda, Rabu (30/04/2025) kemarin.

Anwar Sanusi, Kepala DLH Kaltim

Pabrik yang menempati lahan seluas hampir 56 hektare tersebut dituding beroperasi tanpa dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL). Meskipun telah mendapatkan surat persetujuan beroperasi dari Kementerian Perindustrian pada November 2024, izin tersebut belum menyentuh aspek lingkungan sebagaimana disyaratkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Dalam mediasi antara masyarakat adat dengan perusahaan pengelola HKI, Kepala Bidang Tata Lingkungan DLH Kaltim M Chamidin juga menyampaikan hasil evaluasinya. Dikatakan, hasilnya menunjukkan bahwa dokumen AMDAL atau RKL/RPL HKI belum layak untuk disetujui. Alasannya mencakup berbagai aspek, mulai dari potensi konflik sosial, keterbatasan bahan baku sawit, hingga sistem pembuangan limbah yang berpotensi merusak lingkungan.

Situasi ini menjadi pengingat bahwa pertumbuhan industri tidak bisa mengabaikan tata kelola lingkungan dan hak masyarakat sekitar. Pemerintah daerah diharapkan mampu memberikan solusi berkeadilan yang tidak hanya menguntungkan sektor investasi, tetapi juga menjamin keberlanjutan ekologi dan harmoni sosial di tingkat akar rumput.

Sementara dari pihak masyarakat adat, penolakan tegas datang dari Panglima Besar Laskar Mandau Adat Dayak Kutai Banjar Rudolf. Ia menyampaikan kekecewaan terhadap proses pembangunan pabrik yang dinilai mengabaikan keterlibatan warga. “Pabrik PT Hamparan Khatulistiwa Indah ini dibangun dan mulai commissioning tanpa izin lengkap. Tindakan ini sangat kami tolak, karena masyarakat adat yang berada di wilayah itu merasa tidak pernah dilibatkan dan justru dirugikan oleh kehadiran pabrik ini,” katanya.

Aduan masyarakat kepada lembaga adat kemudian diteruskan kepada DLH Kaltim, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), dan instansi lainnya. Dampaknya, seluruh aktivitas pabrik dihentikan sementara. Rudolf mengungkap bahwa persoalan daya dukung air di kawasan tersebut juga menjadi hal yang perlu diperhatikan. Sungai Bongan yang menjadi sumber utama bagi warga setempat, dinilai tak mampu menopang dua pabrik sekaligus. “Akibat dari laporan tersebut, seluruh aktivitas PT Hamparan Khatulistiwa Indah kini telah dihentikan sementara. Pabrik tidak diizinkan beroperasi hingga seluruh perizinan dipenuhi,” ungkap Rudolf. []

Penulis: Muhammad Ihsan | Penyunting: Rasidah | ADV Diskominfo Kaltim

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com