DPRD Kaltim Soroti Program Koperasi Merah Putih: Anggaran Besar, Risiko Besar

SAMARINDA – Program Koperasi Merah Putih yang dirancang pemerintah pusat untuk diperluas ke seluruh desa di Kalimantan Timur (Kaltim) menuai perhatian serius dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim. Skema bantuan pembiayaan hingga Rp3 miliar per koperasi dipandang strategis, namun berpotensi menimbulkan persoalan jika dijalankan tanpa kesiapan kelembagaan dan pengawasan yang memadai.

Anggota Komisi III DPRD Kaltim, Apansyah, mengingatkan bahwa keberhasilan program tidak hanya ditentukan dari besarnya dana yang digelontorkan, melainkan juga dari sejauh mana kesiapan sumber daya manusia serta tata kelola koperasi di tingkat desa.

“Kita sepakat program ini sangat strategis. Tapi jangan hanya dilihat dari nominal anggarannya. Kesiapan kelembagaan dan pendampingan teknis itu yang utama,” ujar Apansyah dalam keterangannya, Rabu (04/06/2025).

Program koperasi ini ditujukan untuk mendukung penguatan ekonomi desa melalui sektor-sektor krusial seperti distribusi sembako, LPG, pupuk, dan pangan. Meski demikian, Apansyah menggarisbawahi bahwa realitas di lapangan masih menunjukkan banyak perangkat desa belum siap mengelola anggaran besar secara profesional.

“Masih banyak desa yang belum siap. Pengalaman kami, banyak perangkat desa bingung mengelola anggaran besar, bahkan pura-pura tidak tahu aturan. Ini berbahaya kalau tidak disiapkan betul,” tambahnya.

Menurut politisi tersebut, pembentukan koperasi saja tidak cukup. Pemerintah daerah dinilai perlu membentuk tim pendamping khusus yang terdiri atas birokrat, praktisi koperasi, hingga konsultan independen yang memahami dinamika lokal. Tujuannya agar setiap koperasi yang dibentuk tidak hanya sebatas memenuhi syarat administratif, tetapi juga mampu menjalankan fungsi usaha secara nyata dan berkelanjutan.

“Jangan asal bentuk koperasi lalu ditinggal. Harus ada pembinaan jangka panjang, agar koperasi ini bisa benar-benar berfungsi, bukan sekadar formalitas laporan,” tegas Apansyah.

Ia juga mengkritisi model pendekatan program yang cenderung seragam, tanpa memperhatikan potensi ekonomi di masing-masing desa. Menurutnya, jenis usaha koperasi harus berbasis potensi lokal, apakah itu di bidang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), pertanian, logistik, atau sektor lainnya.

“Bisa sektor UMKM, pertanian, atau logistik. Tapi harus sesuai dengan realitas desa, bukan asal pilih karena mengejar target,” katanya.

Hingga pertengahan Mei 2025, sebanyak 500 desa di Kaltim telah melaksanakan Musyawarah Desa Khusus (Musdesus) sebagai bagian dari tahap awal pembentukan koperasi. Namun, Apansyah menekankan bahwa capaian administratif tersebut tidak lantas mencerminkan keberhasilan program secara substantif.

“Dana publik harus dikelola hati-hati. Evaluasi harus dilakukan sejak awal, agar koperasi ini tidak jadi beban baru yang akhirnya ditinggalkan,” pungkasnya. [] ADVERTORIAL

Penulis: Muhammd Ihsan | Penyunting: Rasidah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com