SAMARINDA — Kejadian memilukan yang menimpa seorang pasien berinisial US (68) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abdoel Wahab Sjahranie (AWS) Samarinda kembali menggugah kesadaran tentang urgensi penguatan layanan kesehatan jiwa di rumah sakit pemerintah. Pasien tersebut ditemukan tewas dalam kondisi tergantung di ruang perawatan Angsoka pada Minggu (06/07/2025). Dugaan sementara menyebutkan bahwa korban mengalami depresi akibat penyakit yang tak kunjung sembuh.
Tragedi ini menimbulkan reaksi cepat dari Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur yang tengah menjadwalkan rapat kerja (raker) bersama manajemen RSUD AWS untuk mengevaluasi tata kelola rumah sakit dan sistem pendampingan pasien. Rapat itu diharapkan mampu mengungkap potensi kelalaian dan sekaligus mendorong penyempurnaan prosedur pengawasan.
Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Darlis Pattalongi, menyampaikan bahwa insiden tersebut menandakan lemahnya kontrol terhadap pasien yang membutuhkan perhatian ekstra. “Salah satu kelengahan tenaga medis, berarti kontrolnya kurang dan Komisi IV akan mendalami saat Raker dengan RSUD AWS Samarinda serta akan menjadi perhatian khusus,” ujarnya saat ditemui di Gedung DPRD Kaltim, Kamis (10/07/2025).
Ia juga mengkritisi sistem monitoring yang dinilai belum berjalan maksimal meskipun fasilitas seperti kamera pengawas telah tersedia. “Tidak mungkin pasien menggantung diri dengan secepat itu, pasti membutuhkan waktu dan mengapa tidak terpantau saat mengontrol pasien serta ada CCTV,” lanjut legislator asal Samarinda tersebut.
Lebih jauh, Darlis menekankan bahwa pelayanan rumah sakit semestinya tak hanya fokus pada aspek fisik. Ia menegaskan pentingnya pendekatan menyeluruh yang mencakup pendampingan psikologis, terutama bagi pasien dengan kondisi kronis atau yang berisiko tinggi mengalami gangguan mental.
“Rumah sakit bukan hanya tempat perawatan fisik, tetapi harus mampu memberikan perhatian terhadap aspek mental pasien,” katanya menegaskan.
Menurut Darlis, insiden ini seharusnya dijadikan pijakan penting untuk mereformasi sistem layanan kesehatan yang lebih berorientasi pada keselamatan dan kesejahteraan pasien. “Sistem rumah sakit harus dievaluasi secara menyeluruh, jangan sampai nyawa manusia hilang karena kelalaian dan ini tanggung jawab kita semua,” tutupnya.
Kasus ini menjadi pelajaran bahwa rumah sakit tak cukup hanya menyediakan perawatan medis, melainkan harus memastikan bahwa lingkungan yang mereka sediakan benar-benar mendukung proses penyembuhan secara utuh — baik dari sisi fisik maupun psikis. Integrasi layanan ini menjadi kunci mencegah tragedi serupa di masa mendatang.[] ADVERTORIAL
Penulis: Guntur Riyadi | Penyunting: Rasidah
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan