Bendera One Piece di HUT RI, DPRD Samarinda Beri Pandangan

SAMARINDA — Fenomena pengibaran bendera bergambar Jolly Roger dari serial anime One Piece yang terlihat di sejumlah wilayah menjelang Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia memantik perhatian publik. Aksi ini menuai beragam reaksi, terutama setelah viral di media sosial seperti Instagram, TikTok, hingga platform X.

Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda, Abdul Rohim, turut menanggapi isu tersebut. Ia memandang bahwa peristiwa itu mencerminkan adanya perbedaan cara pandang di tengah masyarakat. Menurutnya, sebagian pihak menilai tindakan tersebut sebagai bentuk penghinaan terhadap lambang negara, namun ada pula yang memaknainya sebagai wujud kebebasan berekspresi dalam menyuarakan kritik sosial.

“Jadi ini kan orang berbeda persepsi ini persoalannya, ada yang punya persepsi bahwa bendera one piece itu dianggap sebagai indikasinya terbagi sebagai sebuah bentuk penghinaan atau makar terhadap simbol negara, tetapi ada juga yang melihat dalam perspektif bahwa ini cuman ungkapan kritik sosial,” ujar Abdul Rohim saat ditemui di Kantor DPRD Kota Samarinda, Senin (04/08/2025) lalu.

Lebih jauh, ia menegaskan bahwa fenomena pengibaran bendera Jolly Roger sebaiknya tidak langsung dipandang sebagai ancaman terhadap negara. Dalam pandangannya, aksi tersebut merupakan cara masyarakat menyampaikan kegelisahan atas situasi sosial dan kebijakan pemerintah.

“Perihal pengibaran bendera ini lebih mengarah sebagai kritik masyarakat terhadap pemerintah,” ucapnya pada Selasa (05/08/2025) pagi.

Abdul Rohim juga menilai bahwa aksi tersebut masih dalam batas kewajaran dan tidak menunjukkan tanda-tanda ancaman terhadap keutuhan negara. Ia menyarankan agar pemerintah maupun masyarakat tidak terlalu reaktif dalam menyikapi fenomena semacam ini.

“Kalau saya secara pribadi kalau ditanya, saya lebih menganggap ini sebenarnya lebih pada ungkapan kritik sosial, artinya tidak usah terlalu dibesar-besarkan,” tegasnya.

Namun demikian, ia tetap mendorong agar pemerintah meningkatkan kewaspadaan. Jika ditemukan bukti bahwa aksi tersebut dimobilisasi secara terorganisasi dan berkaitan dengan kelompok yang memiliki tujuan mengganggu stabilitas nasional, maka langkah hukum dapat diambil.

“Kalau ada indikasi itu kan bisa dibaca sebenarnya, artinya dimobilisasi, digerakkan secara struktur, dibiayai, dan kalau di-tracking ada hubungannya dengan gerakan-gerakan separatis misalnya, atau gerakan, tapi ini belum ada indikasi sampai sejauh itu,” jelasnya.

Ia juga mengingatkan bahwa dalam negara demokrasi, pemerintah seharusnya memberikan ruang bagi masyarakat untuk menyampaikan kritik, selama tidak melampaui batas-batas hukum yang berlaku.

“Kalau di dalam bentuk kritik sosial, negara ini mengakomodir ruang terhadap kritik-kritik masyarakat kepada negara, terhadap pemerintah daerah. Jadi menurut saya enggak ada masalahnya,” katanya.

Untuk itu, Abdul Rohim menekankan perlunya pengawasan yang proporsional, guna mencegah potensi penyusupan oleh kelompok yang ingin memanfaatkan momen tersebut untuk kepentingan destruktif.

“Nah, tapi kalau ternyata dalam kritik ini ada apa, terindikasi didomplengi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk kepentingan mengganggu kedaulatan, ya saat itulah kemudian pemerintah melakukan tindakan,” terangnya.

Ia menyarankan agar pemerintah tetap tenang dalam merespons, sambil terus memantau perkembangan secara bijaksana.

“Jadi ini pemerintah tidak usah terlalu gaduh juga, tidak usah terlalu bereaksi, dan dianggap ini sebagai bagian ekspresi dari masyarakat, kritik sosial masyarakat terhadap apa yang terjadi saat ini, tapi sambil terus melakukan pemantauan, pengawasan,” pungkasnya.[] ADVERTORIAL

Penulis: Yus Rizal Zulfikar | Penyunting: Rasidah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com