SAMARINDA – Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kota Samarinda, Sri Puji Astuti, menilai keputusan sebagian anak muda untuk menunda pernikahan merupakan hal positif, selama dilandasi pertimbangan yang matang “Loh bagus itu, hanya soalnya kan yang ditanya latar belakangnya apa, kenapa tidak mau menikah,” ujarnya saat ditemui di Kantor DPRD Kota Samarinda, Jumat (8/8/2025) sore.
Sri Puji menjelaskan, pihaknya di DPRD Samarinda pernah mengusulkan rancangan peraturan daerah (ranperda) tentang pencegahan pernikahan usia anak. Meski demikian, usulan tersebut belum masuk ke dalam Program Pembentukan Peraturan Daerah (Pro-Pemda). “Kenapa tidak mau menikah, mungkin kan kalau kami di DPR ini kan kita istilahnya dulu pernah punya usulan ya, walaupun belum masuk ke pro-perda pencegahan usia pernikahan anak ya,” katanya.
Menurutnya, pernikahan di usia muda berpotensi menimbulkan sejumlah persoalan yang dapat berdampak negatif terhadap keberlangsungan rumah tangga. “Masalahnya apa, kalau menikah usia muda berarti ada hal-hal negatif yang bakal terjadi,” tegasnya.
Ia mencontohkan, dari sisi ekonomi, pasangan muda biasanya belum memiliki penghasilan tetap, masih menganggur, atau bergantung pada orang tua.
“Misal saja dia ketahanan terhadap ekonomi, biasanya dia pengangguran atau dia masih ikut orang tua, atau secara emosional belum matang,” jelasnya.
Sri Puji menekankan, kesiapan menikah harus menyeluruh, meliputi kesiapan mental, emosional, dan ekonomi. “Pokoknya kalau menikah itu kesiapan-kesiapan, karena nanti kita bakal menjadi orang tua, bakal menjadi macam-macam, urus ekonomi keluarga juga,” ucapnya.
Ia menilai, keputusan menunda menikah menunjukkan pola pikir yang lebih moderat dan rasional, karena calon pasangan mempertimbangkan risiko serta tantangan ke depan. “Jadi, kalau dia menunda mau menikah berarti bagus, berarti ada pemikiran yang lebih moderat yang karena mungkin ada hal-hal negatif yang bakal nanti akan mempersulit kehidupan mereka di depannya,” tuturnya.
Lebih lanjut, ia memaparkan bahwa pasangan muda sering dihadapkan pada beban pembiayaan pendidikan anak, jaminan kesehatan, hingga kepemilikan rumah. “Misal nanti bagaimana tentang pembiayaan anak sekolah, bagaimana tentang jaminan kesehatannya, bagaimana dengan mereka perumahannya seperti apa,” ujarnya.
Selain itu, kebutuhan pokok seperti makan-minum, lingkungan sehat, dan sarana transportasi juga menjadi tantangan tersendiri. “Itu tiga itu saja sudah repot, bagaimana mereka kehidupan untuk makan minumnya, lingkungannya, menyiapkan transportasinya,” katanya.
Sri Puji menutup pernyataannya dengan memberi apresiasi kepada anak muda yang memilih tidak menikah atau menunda pernikahan.
“Nah, ini kan kalau mereka tidak mau menikah bagus, karena berarti mereka berpikiran modern, bagus,” pungkasnya. []
Penulis : Yus Rizal Zulfikar | Penyunting: Rasidah
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan