SAMARINDA – Persoalan tambang di Kalimantan Timur (Kaltim) kembali menjadi perhatian serius Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Komisi III menekankan perlunya langkah tegas aparat penegak hukum (APH) dalam menangani kasus tambang yang dinilai merugikan masyarakat sekaligus membahayakan lingkungan.
Anggota Komisi III DPRD Kaltim, Subandi, mengungkapkan bahwa laporan masyarakat terus mengalir terkait dampak negatif tambang. “Perizinan sekarang kewenangannya di pusat. Tapi bukan berarti pemerintah provinsi tinggal diam. Kita tetap harus ikut mengawasi dan mendorong APH untuk bertindak,” katanya, Senin (04/08/2025).
Salah satu sorotan adalah dugaan lubang bekas tambang di kawasan Danau Lontar yang dilaporkan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam). Subandi meminta aparat segera mengambil tindakan agar spekulasi di masyarakat tidak semakin berkembang.
“Kalau benar itu lubang bekas tambang, harus ada tindakan. Jangan sampai ada korban lagi. APH harus membuktikan secara ilmiah dan hukum,” tegasnya.
Ia menilai lemahnya penegakan hukum memberi ruang bagi perusahaan untuk mengabaikan kewajiban reklamasi. Padahal, dana jaminan reklamasi yang disetor perusahaan hanya sekitar Rp200 juta per hektare, jauh dari cukup untuk memulihkan kondisi lahan.
“Dengan kondisi itu, pengusaha bisa saja berpikir lebih untung meninggalkan lubang daripada menutupnya. Ini yang harus kita cegah,” jelasnya.
Untuk memastikan kebenaran laporan, Subandi mendorong pemerintah melibatkan ahli geologi dalam penelitian. Bukti ilmiah sangat diperlukan agar penanganan tidak berlarut. “Tidak sulit membuktikan. Dari sampel tanah saja bisa terlihat. Jadi jangan ada alasan untuk membiarkan persoalan ini berlarut,” ujarnya.
DPRD menegaskan, meski kewenangan berada di pusat, keselamatan masyarakat harus menjadi prioritas. “Kami tidak ingin tragedi akibat kelalaian tambang terus berulang. Harus ada tindakan tegas dan nyata,” pungkas Subandi. [] ADVERTORIAL
Penulis: Muhammad Ihsan | Penyunting: Rasidah
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan