SAMARINDA – Isu rencana pemerintah pusat memangkas Dana Bagi Hasil (DBH) hingga 50 persen mengundang perhatian serius Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim). Kebijakan itu dinilai berpotensi menekan kemampuan fiskal daerah, terutama bagi kabupaten dan kota yang masih mengandalkan APBD terbatas untuk membiayai pembangunan.
Anggota Komisi III DPRD Kaltim, Syarifatul Sya’diah, menegaskan DBH merupakan hak yang seharusnya tidak dikurangi. Menurutnya, Kaltim masih memiliki banyak kebutuhan pembangunan mendesak, khususnya di bidang pendidikan dan kesehatan yang belum merata.
“Jangan juga yang menjadi hak kita jadi dikurangi dan bagaimana caranya banyak dari sektor-sektor lain karena kita di Kaltim ini masih banyak yang harus dibangun serta tidak seperti di Jawa infrastrukturnya sudah bagus,” ujarnya saat ditemui awak media di Samarinda, Sabtu (07/09/2025).
Syarifatul menilai kebijakan pemerintah pusat ini tidak lepas dari kebutuhan anggaran besar untuk melanjutkan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) serta mendukung Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Kendati demikian, ia menolak jika pembiayaan kedua program tersebut harus berdampak pada daerah penghasil seperti Kaltim.
“Sementara transfer dari pusat ke Kaltim dikurangi dan kami tahu permasalahan dihadapi pusat bahwa IKN belum jadi, segala MBG itu, cuma jangan juga Kaltim dikurangi,” kata politisi Partai Golkar tersebut.
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa pemotongan DBH akan menekan ruang gerak pembangunan daerah. Banyak program strategis yang dikhawatirkan terhambat, salah satunya pembangunan jalan penghubung Kutai Timur–Berau yang masih berjalan.
“Kebutuhan kita sesuai visi misi Gubernur terkait gratispol juga besar pasti akan kesedot dan tentunya program-program prioritas seperti pembangunan jalan Kutim-Berau, terus aksesnya menuju tempat wisata juga memang sudah sejak lama dibangun dan tinggal penyelesaian,” tuturnya.
Selain pembangunan infrastruktur, lanjutnya, sektor pelayanan publik juga berpotensi terdampak. APBD daerah yang terbatas akan semakin terbebani jika DBH dipangkas, sehingga prioritas belanja bisa tergeser.
Syarifatul juga menyoroti dampak sosial dari kebijakan tersebut. Ia menilai, pemotongan DBH dapat mendorong pemerintah daerah menaikkan sektor pajak untuk menutup kekurangan anggaran. Namun, langkah itu justru berisiko menambah beban masyarakat.
“Inilah salah satu strategi Pemerintah pusat, bahwa kita di daerah disuruh menaikkan pajak, sementara dengan menaikkan pajak ini akan membuat beban masyarakat, tapi kalau tidak dinaikkan di satu sisi APBD kita menjadi kurang dan ini masih jadi dilema serta kami tidak ingin membebani masyarakat yang barangkali masih dalam kesusahan,” tegasnya.
Dengan kondisi tersebut, DPRD Kaltim berharap pemerintah pusat bisa mempertimbangkan kembali rencana pemotongan DBH. Sebagai penyumbang devisa besar dari sektor sumber daya alam, Kaltim dinilai layak memperoleh porsi yang adil agar pembangunan di daerah tetap berjalan beriringan dengan proyek nasional. [] ADVERTORIAL
Penulis: Guntur Riyadi | Penyunting: Rasidah
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan