SAMARINDA – Putusan pra peradilan terkait kasus dugaan tambang ilegal di kawasan Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS) kembali menjadi sorotan publik. Dua orang yang sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka oleh Penegakan Hukum (Gakkum) Kehutanan wilayah Kalimantan, yakni Dariah dan Edi, dinyatakan bebas karena penetapan tersangka mereka tidak sesuai dengan prosedur hukum.
Kasus ini bermula ketika Dariah dan Edi ditangkap oleh tim Gakkum Kehutanan Kalimantan pada Sabtu (19/07/2025). Keduanya kemudian dititipkan di Polresta Samarinda. Namun, hanya beberapa hari setelah itu, tepatnya Rabu (23/07/2025), mereka mendapat penangguhan penahanan sebelum proses pra peradilan berjalan. Putusan pra peradilan kemudian memutuskan bahwa status tersangka keduanya gugur karena penetapan dinilai cacat prosedur.
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim), Salehuddin, menyayangkan lemahnya penegakan hukum dalam kasus ini. Ia menilai, aparat penegak hukum belum menyentuh aktor intelektual di balik aktivitas tambang ilegal tersebut.
“Termasuk kami sebenarnya sangat menyayangkan, karena belum menetapkan tersangka dan menyentuh aktor intelektualnya belum tersentuh. Ini masih proses hukum awal, mudah-mudahan saja aparat hukum dapat menentukan tersangka dengan alat bukti yang lain,” ujar Salehuddin saat ditemui awak media di Kantor DPRD Kaltim, Jalan Teuku Umar, Samarinda, Jumat (12/09/2025).
Menurutnya, lemahnya koordinasi antara Gakkum Kehutanan dan kepolisian juga turut memperburuk penanganan kasus. Salehuddin menekankan perlunya sinergi antar lembaga agar penegakan hukum berjalan konsisten.
“Disayangkan kalau proses ini hanya sampai di sini. Mungkin juga akan menjadi celah ketika ada pelanggaran hukum yang ada kaitannya dengan lingkungan justru menjadi kabur,” kata wakil rakyat dari daerah pemilihan Kutai Kartanegara (Kukar) tersebut.
Ia menegaskan, Polda Kaltim bersama aparat penegak hukum lain harus mengambil langkah tegas agar masyarakat tidak kehilangan kepercayaan terhadap proses hukum. Menurutnya, kasus tambang ilegal di kawasan konservasi seperti KRUS menyangkut kepentingan publik yang lebih luas, terutama soal keberlanjutan lingkungan.
“Ini momentum yang sangat pas sekali bagaimana nanti Polda dan APH lainnya bersinergi untuk bisa menuntaskan kasus dugaan tambang ilegal agar rasa keadilan itu betul-betul dirasakan oleh masyarakat,” tutur Salehuddin.
Lebih lanjut, Salehuddin berharap penegakan hukum tidak berhenti pada pelaku lapangan saja. Ia mendorong agar aparat dapat menelusuri hingga ke aktor intelektual yang diduga mengendalikan aktivitas tambang ilegal tersebut.
“Kami berharap mudah-mudahan proses hukum tetap terus berjalan dan APH dapat bisa sampai menyentuh ke aktor intelektualnya, supaya terang benderang apa yang sudah dilaksanakan melanggar hukum harus diusut tuntas,” tegasnya.
Kasus tambang ilegal di KRUS bukan hanya soal pelanggaran hukum, tetapi juga ancaman nyata terhadap kelestarian kawasan konservasi di Samarinda. Publik kini menantikan komitmen aparat dalam menuntaskan kasus ini, agar tidak lagi memberi ruang bagi pelaku perusakan lingkungan untuk mengulang perbuatannya. [] ADVERTORIAL
Penulis: Guntur Riyadi | Penyunting: Rasidah
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan