SAMARINDA – Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda, Deni Hakim Anwar, menyoroti serius rencana pemotongan anggaran Transfer ke Daerah (TKD) oleh pemerintah pusat. Menurutnya, kebijakan tersebut berpotensi memberikan dampak langsung terhadap pembangunan di Kalimantan Timur (Kaltim), terutama di Kota Samarinda.
“Terkait pemotongan anggaran Transfer ke Daerah (TKD) di Kaltim, khususnya Kota Samarinda,” ujar Deni saat ditemui di Kantor DPRD Kota Samarinda pada Senin (15/09/2025) siang.
Ia menegaskan, Kalimantan Timur merupakan salah satu daerah penyumbang devisa terbesar di Indonesia. Karena itu, menurutnya, pemerintah pusat seharusnya memberi perhatian khusus agar provinsi ini tidak menjadi korban dari kebijakan penghematan anggaran. “Khusus Kaltim saat ini kita ingin bahwa bagaimanapun kita ini adalah penyumbang devisa terbesar juga di Indonesia kan,” katanya.
Deni menilai wajar jika Kalimantan Timur meminta dispensasi dari kebijakan tersebut. Dengan kontribusi besar yang diberikan daerah ini terhadap penerimaan negara, perhatian pemerintah pusat semestinya sebanding. “Kita ingin bahwa kita mendapatkan dispensasi lah, artinya kita tidak terkena dengan imbas daripada pemotongan ini,” ucapnya.
Ia bahkan menyoroti kondisi yang dinilai tidak rasional. Walaupun Kalimantan Timur menyumbang ratusan triliun rupiah setiap tahun, dana yang dikembalikan ke daerah dari pemerintah pusat tidak pernah mencapai 10 persen dari total kontribusi. “Karena bagaimanapun dengan sumbangsih sekian ratus triliun yang kita sumbang setiap tahun kepada pemerintah pusat dan itu kembalinya pun tidak sampai 10% daripada nilai yang kita sumbangkan,” ungkapnya.
Menurut Deni, mestinya pemerintah pusat memberikan porsi pengembalian yang lebih layak, minimal antara 20 hingga 30 persen dari total kontribusi daerah. Meski begitu, ia mengakui keputusan akhir tetap menjadi prerogatif pemerintah pusat. “Harusnya kan dengan sumbangsih sekian besar kita minimal dapat 20-30% dari itu, tapi kan memang semua adalah prerogatifnya daripada pemerintah pusat,” jelasnya.
Lebih lanjut, Deni berharap pemerintah daerah tidak tinggal diam. Ia mendorong agar Gubernur Kalimantan Timur bersama jajaran segera melakukan langkah strategis dengan melobi pemerintah pusat. Pendekatan politik, diplomasi, serta komunikasi yang intensif dianggap perlu agar kebijakan pemotongan anggaran TKD tersebut bisa dibatalkan.
“Mudah-mudahan kita tetap menunggu informasi dari kepala daerah khususnya Bapak Gubernur dan jajaran untuk melakukan lobi-lobi dan melakukan pendekatan secara politik dan lain sebagainya dalam hal untuk meminta kepada pusat agar pemotongan itu tidak terjadi,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan, bila kebijakan pemotongan tetap dijalankan, maka dampaknya akan langsung terasa. Bukan hanya terhadap belanja operasional, tetapi juga belanja modal hingga pembangunan di berbagai sektor di Kalimantan Timur. Kota Samarinda sebagai ibu kota provinsi, dipastikan akan menghadapi tekanan paling besar.
“Karena memang suka tidak suka, kaitannya pasti ini akan berdampak langsung terhadap belanja operasional, belanja modal dan belanja lainnya yang itu adalah mempengaruhi terhadap pembangunan yang ada di Kalimantan Timur khususnya di Kota Samarinda,” pungkasnya.
Sorotan Deni ini menambah panjang daftar desakan dari daerah agar pemerintah pusat lebih adil dalam menetapkan kebijakan anggaran. Kaltim yang selama ini dikenal sebagai salah satu daerah penghasil sumber daya alam terbesar di Indonesia berharap agar kontribusi besar mereka tidak hanya menjadi catatan angka, tetapi juga dibalas dengan perhatian nyata untuk pembangunan berkelanjutan. [] ADVERTORIAL
Penulis: Yus Rizal Zulfikar | Penyunting: Rasidah
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan