KUTAI KARTANEGARA – Kopi Liberika Prangat Baru terus menunjukkan daya tariknya sebagai komoditas andalan Desa Prangat Baru, Kecamatan Marangkayu. Tidak hanya menggerakkan roda ekonomi petani, kopi khas Kutai Kartanegara ini juga mulai membuka peluang besar menuju pasar internasional.
Kepala Desa Prangat Baru, Fitriati, menuturkan bahwa meski skala produksi masih terbatas, hasil panen yang diperoleh petani memberikan keuntungan signifikan. “Rata-rata setiap pagi kelompok tani bisa memanen kopi luwak sekitar dua kilogram dari lahan seluas dua hektare. Jika ditotal, keseluruhan lahan kopi di Desa Prangat Baru mencapai sekitar 30 hektare,” jelasnya di Tenggarong, Senin (15/09/2025).
Dengan luas lahan yang cukup besar, potensi pengembangan kopi Liberika dari Prangat Baru dipandang sangat menjanjikan. Dukungan berupa pembiayaan dan pelatihan teknis diyakini dapat meningkatkan kapasitas produksi. Apalagi harga jual kopi tersebut terbilang tinggi. Varian kopi luwak dilepas hingga Rp4,2 juta per kilogram, sementara jenis red honey, natural, dan full wash dipasarkan sekitar Rp800 ribu per kilogram.
Daya tarik kopi Prangat Baru bahkan sudah menjangkau konsumen mancanegara. Beberapa pembeli dari luar negeri datang langsung ke Kampung Kopi Luwak untuk menikmati cita rasa khas Liberika Prangat Baru, sekaligus membeli produk yang ditawarkan. “Konsumen dari mancanegara sudah datang ke Kampung Kopi Luwak. Mereka ingin merasakan langsung cita rasa kopi Liberika Prangat Baru, termasuk kopi luwak dan olahan lainnya,” tambah Fitriati.
Fenomena tersebut memperlihatkan bahwa kopi asal Marangkayu ini memiliki prospek besar menembus pasar global, meski hingga kini ekspor resmi belum dilakukan. Tidak hanya memberi nilai tambah bagi petani, keberadaan kopi ini juga membawa dampak positif terhadap perekonomian desa.
Sejumlah UMKM lokal bergerak aktif dalam pengolahan, penjualan produk turunan, hingga pengembangan wisata kopi yang menjadikan Kampung Kopi Luwak sebagai destinasi baru di Kutai Kartanegara.
“Kebutuhan kopi terus meningkat. Dengan adanya perlindungan Indikasi Geografis, insya Allah pemasaran lebih terbuka dan petani makin sejahtera,” ujarnya.
Selain menjadi penggerak ekonomi, kopi ini turut memperkuat identitas budaya masyarakat. Tradisi menanam, merawat, hingga mengolah kopi diwariskan secara turun-temurun, menjadikan kopi Prangat Baru bukan hanya komoditas dagang, melainkan simbol warisan lokal yang bernilai.
Saat ini, pemerintah desa bersama petani tengah memperjuangkan sertifikasi Indikasi Geografis (IG) Kopi Liberika Prangat Baru. Sertifikat IG diyakini akan menjadi tameng hukum sekaligus membuka jalan lebih luas untuk memperkuat posisi kopi ini di pasar, baik domestik maupun mancanegara.
Dengan potensi lahan seluas 30 hektare, harga jual yang kompetitif, serta permintaan konsumen yang terus meningkat, Kopi Prangat Baru diyakini mampu menjadi ikon baru Kutai Kartanegara. Jika kelak ekspor resmi dimulai, kopi ini berpeluang menjelma sebagai salah satu produk kebanggaan daerah yang mendunia. [] ADVERTORIAL
Penulis: Jemi Irlanda Haikal | Penyunting: Rasidah
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan