KALTIM – Ditengarai sebagian masyarakat Kaltim telah mengonsumsi daging sapi tak lolos pengujian serta balai karantina hewan. Pasalnya, sejak Januari 2015 puluhan ribu kilogram (kg) daging gelap asal India tersebut lolos masuk Kaltim.
Ini diketahui setelah Subdit Industri Perdagangan Investasi (Indagsi) Direktorat Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Kaltim membongkar sekaligus menangkap tangan pelaku penyelundupan daging tersebut.
Pelaku inisial Tm (52) diamankan pada Kamis (22/10) siang di Pelabuhan Tengkayu, Kelurahan Jembatan Besi, Kecamatan Tarakan Timur, Tarakan, Kalimantan Utara (Kaltara). Sebanyak 1.000 kg daging merek Allana dari India melalui Malaysia ditemukan petugas di atas speedboat yang dibawa pelaku.
“Tak ada dokumennya,” terang Kabid Humas Polda Kaltim Kombes Pol Fajar Setiawan bersama Dirkrimsus Kombes Pol Rosyanto Yudha Hermawan, kemarin (25/10).
Daging tersebut diketahui produk India. Celakanya, India hingga kini belum masuk daftar negara bebas penyakit mulut dan kuku sesuai daftar organisasi kesehatan hewan dunia Office Internasional des Epizooties (OIE).
Adapun rute jalur laut yang dimanfaatkan pelaku yang juga warga Jembatan Besi, RT 11, RW 2, Kelurahan Lingkas Ujung, Kecamatan Tarakan Timur itu adalah dari Tarakan menuju Sungai Nyamuk, Nunukan.
Tm berprofesi sebagai juragan speedboat. Dia melayani transportasi penumpang umum sesuai rute tadi. Bisnis menyelundupkan daging dari negara tetangga dilakukannya mulai Januari 2015.
Dalam sebulan, speedboat-nya bisa mengangkut 1.000 kg daging dari Sungai Nyamuk ke Tarakan. Aktivitas tersebut dapat berlangsung sampai tiga kali. Dengan demikian, diprediksi daging yang diduga berbahaya itu dikonsumsi manusia sudah beredar di masyarakat. Hingga Minggu (25/10) tim masih di Nunukan, melakukan pendalaman dan penggalian informasi. “Tim masih mengembangkan”, tambah Rosyanto.
Adapun dari Sungai Nyamuk, Aji Kuning, daging seberat 20 kg sudah dikemas dus. Tm membeli dengan mahar Rp 1,2 juta per dus, lalu dijual ke Tarakan hingga Rp 1,3 juta. Harga pasaran daging sapi di Balikpapan dan Samarinda adalah Rp 120 ribu per kg. Dengan demikian, daging 20 kg nilainya Rp 2,4 juta sedangkan daging India tersebut Rp 1,3 juta.
Kepada penyidik, Tm mengaku melakukan bisnis ilegal tersebut karena kapalnya kosong ketika kembali ke Tarakan setelah membawa penumpang. “Daripada kosong, ya, bawa daging,” urainya.
Tim tak mengetahui apakah daging tersebut seluruhnya sapi atau dicampur binatang lain. Saat ini, penyidik masih mengembangkan dan berkoordinasi dengan instansi terkait guna melakukan pengujian. Terlebih soal kandungan berbahaya dalam daging Allana tersebut. “Nanti pihak berkompeten melakukan pengujian,” ujar Kabid Humas.
Dirkrimsus menambahkan, modus pembelian daging dilakukan Tm dengan memerintahkan anak buahnya di Sungai Nyamuk mencari daging ke sejumlah warga setempat. Setelah daging terkumpul, Tm berangkat mengambilnya untuk dibawa ke Tarakan.
Warga setempat disebut mendapat daging dari jalur tikus, sekitar perairan Sungai Lalo Salo Nunukan. Mereka bertransaksi dengan warga Tawau, Malaysia. “Rutenya Tawau, Sungai Nyamuk, Tarakan,” ungkap Rosyanto.
Di jalur perbatasan tadi, pembayaran per dus Rp 900 ribu. Kemudian, daging dipindahkan ke speedboat dan dibawa ke Sungai Nyamuk.
Selain menggali keterangan pelaku, penyidik tengah mengembangkan kasus dari sisi penadah hingga pemasaran daging tersebut. “Alurnya masih kami selidiki,” imbuhnya.
Jika terbukti, pelaku disangka Pasal 31 UU 16/1992 tentang Karantina Hewan Ikan dan Tumbuhan. Memasukan media pembawa hama dan penyakit hewan karantina ke Indonesia diancam penjara tiga tahun atau denda Rp 150 juta.
Informasi yang dihimpun media ini, Allana menjadi favorit pedagang di pasar karena relatif murah. Untuk mengelabui konsumen, daging gelap tersebut kerap dicampur daging sapi lokal.
Secara kasatmata daging tersebut tampak tak ada bedanya. Daging asal India tersebut biasanya sudah dalam bentuk daging tanpa tulang. Meski kemasan rapi, diduga sudah produk lama yang disimpan di lemari pendingin. [] KP