Lesunya Pasar Karet, Petani Kukar Terimbas

KUTAI KARTANEGARA – Industri karet di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) tengah menghadapi tekanan berat. Sejumlah pabrik pengolah karet dilaporkan berhenti beroperasi akibat turunnya harga karet alam yang berkepanjangan. Kondisi ini berdampak langsung pada petani dan rantai pasok bahan olahan karet di daerah.

Kepala Bidang Produksi Dinas Perkebunan (Disbun) Kukar, Subagio, membenarkan bahwa beberapa pabrik pengolahan karet di wilayah tersebut memang telah menghentikan aktivitasnya sejak beberapa bulan terakhir. Ia menyebut penurunan produksi karet nasional dan lesunya pasar global menjadi faktor utama yang menekan industri hilir.

“Beberapa pabrik pengolah karet memang tutup. Dampaknya terasa sampai ke petani karena serapan bahan baku menurun,” beber Subagio di Tenggarong, Rabu (09/07/2025).

Menurutnya, situasi ini ironis mengingat Indonesia merupakan negara penghasil karet terbesar kedua di dunia setelah Thailand. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, minat masyarakat terhadap tanaman karet terus menurun seiring fluktuasi harga yang tak menentu.

Sebaliknya, komoditas sawit justru menunjukkan tren positif. Dengan panen yang bisa dilakukan setiap 15 hingga 20 hari sekali, petani sawit memperoleh penghasilan yang lebih cepat dan stabil. “Bagi petani, sawit itu seperti gajian dua kali sebulan. Itulah sebabnya banyak kebun karet dialihfungsikan,” jelasnya.

Subagio menambahkan, pergeseran ini tidak hanya mengubah pola tanam petani, tetapi juga berpengaruh terhadap rantai ekonomi lokal. Banyak pekerja dan pengepul karet kini beralih profesi, sementara pasokan bahan baku untuk industri karet menurun tajam. Dampak ini dirasakan mulai dari tingkat petani hingga industri hilir yang tergantung pada karet olahan.

Meski demikian, Disbun Kukar menilai kondisi ini tidak sepenuhnya negatif. Pemerintah daerah kini sedang memetakan kembali potensi kebun karet produktif untuk disinergikan dengan program revitalisasi perkebunan.

“Kami sedang mendorong penguatan kelembagaan petani agar tidak sepenuhnya bergantung pada harga pasar,” ucapnya.

Ia juga menyoroti pentingnya dukungan infrastruktur industri dan diversifikasi produk olahan karet agar tidak hanya bergantung pada penjualan bahan mentah. Dengan strategi ini, harga karet dapat lebih stabil karena ada nilai tambah yang dihasilkan di tingkat lokal. “Jika hilirisasinya kuat, harga karet bisa lebih stabil karena ada nilai tambah di daerah,” tambah Subagio.

Disbun Kukar juga tengah menyiapkan kerja sama dengan sektor swasta untuk memperkuat rantai pemasaran dan memastikan petani tetap memiliki akses pasar meskipun beberapa pabrik lokal berhenti beroperasi. Langkah ini diharapkan dapat menjaga produktivitas petani dan kelangsungan ekonomi masyarakat di sekitar perkebunan karet.

“Fokus kami adalah memastikan petani tidak kehilangan pendapatan. Meski harga karet fluktuatif, kami ingin ada mekanisme yang membuat mereka tetap produktif,” tutup Subagio.

Pemerintah daerah berharap, dengan langkah-langkah ini, industri karet Kukar dapat kembali bangkit. Sinergi antara petani, pemerintah, dan pelaku usaha menjadi kunci agar sektor perkebunan karet tetap berkontribusi terhadap ekonomi daerah, menciptakan lapangan kerja, dan menjaga stabilitas sosial-ekonomi masyarakat. [] ADVERTORIAL

Penulis: Jemi Irlanda Haikal | Penyunting: Rasidah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com