SAMARINDA – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Samarinda melaporkan capaian positif dalam pengendalian penyakit menular. Selama dua tahun terakhir, Kota Samarinda tercatat bebas dari Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Keberhasilan ini disebut sebagai salah satu buah dari pelaksanaan Program Pembangunan Berbasis Pemberdayaan (Probebaya) yang digagas oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda.
Kepala Dinkes menyebut, keberadaan Probebaya turut memperkuat sinergi antara pemerintah dan masyarakat dalam menciptakan lingkungan sehat. Program tersebut memberikan ruang bagi warga, khususnya di tingkat Rukun Tetangga (RT), untuk turut mengambil peran langsung dalam menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan.
Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda, Ismail Latisi, memberikan apresiasi terhadap capaian tersebut. Menurutnya, penurunan kasus DBD dan ketiadaan KLB selama dua tahun terakhir menunjukkan bahwa pendekatan pembangunan berbasis partisipasi warga terbukti efektif. “Keberhasilan menekan kasus DBD menunjukkan adanya korelasi kuat antara kebijakan pemerintah dan partisipasi masyarakat,” ujarnya.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menilai, program Probebaya telah mendorong pemberdayaan masyarakat secara nyata hingga ke tingkat RT. Melalui mekanisme yang terukur, RT kini memiliki kewenangan untuk mengelola anggaran dan menyusun program prioritas sesuai kebutuhan wilayahnya. “Dulu banyak RT kebingungan saat menghadapi masalah lingkungan dan kesehatan. Sekarang dengan adanya Probebaya, mereka punya sumber dana dan kewenangan untuk membuat program yang menyentuh kebutuhan warga secara langsung,” ujar Latisi saat ditemui di ruang kerjanya, Lantai 4 kantor DPRD Samarinda, Jumat (24/10/2025).
Ia menambahkan, kehadiran Probebaya menjadi bukti bahwa pemberdayaan masyarakat berkontribusi terhadap ketahanan kesehatan lingkungan. Banyak RT yang kini mampu mengintegrasikan kegiatan sosial, kebersihan, dan kesehatan dalam satu perencanaan program yang matang. “Banyak RT kini bisa merancang program satu tahun ke depan dengan pendanaan yang jelas. Hal itu dulu sulit dilakukan karena keterbatasan anggaran, seperti pendanaan untuk kerja bakti dulu tidak ada dananya,” jelasnya.
Namun, Latisi tetap menekankan pentingnya verifikasi ilmiah untuk memastikan korelasi antara Probebaya dan penurunan kasus penyakit menular. Ia menilai, tren positif tersebut juga bisa dipengaruhi oleh faktor lain, seperti peningkatan layanan kesehatan, perbaikan drainase, dan kesadaran masyarakat terhadap kebersihan lingkungan. “Jika ada kolerasi, itu perlu kajian ilmiah. Cuma kita tidak bisa memungkiri keberadaan program Probebaya dapat memberdayakan masyarakat dan memenuhi kebutuhan masyarakat dari bidang ekonomi serta kesehatan,” ujarnya.
Lebih jauh, wakil rakyat dari daerah pemilihan Kecamatan Sambutan, Samarinda Ilir, dan Samarinda Kota ini berharap agar Probebaya terus dilanjutkan bahkan diperluas ke sektor lain seperti pendidikan dan ekonomi lokal. Ia menilai, keberhasilan program tersebut tak lepas dari kolaborasi erat antara pemerintah, DPRD, dan masyarakat. “Probebaya bukan sekadar program pembangunan, tapi juga wadah gotong royong modern. Kalau masyarakat diberdayakan, otomatis mereka akan ikut menjaga kotanya tetap sehat,” tutupnya.
Dengan sinergi yang kuat antara kebijakan pemerintah dan partisipasi warga, Samarinda kini berupaya mempertahankan status bebas KLB sambil memperluas dampak positif Probebaya pada berbagai sektor kehidupan masyarakat. [] ADVERTORIAL
Penulis: Guntur Riyadi | Penyunting: Rasidah
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan