Ritel Modern Disorot DPRD Samarinda, Banyak Langgar Aturan!

SAMARINDA – Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda memanggil sejumlah instansi terkait dalam rapat dengar pendapat (hearing) bersama Dinas Perdagangan, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), serta Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Kamis (06/11/2025). Hearing tersebut membahas dugaan pelanggaran yang dilakukan sejumlah pengusaha ritel modern di Samarinda.

Ketua Komisi II DPRD Samarinda, Iswandi, menegaskan bahwa regulasi terkait izin usaha ritel telah diatur dengan jelas dalam Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 9 Tahun 2015. Namun, lemahnya pengawasan dari instansi teknis membuat aturan itu tidak berjalan sebagaimana mestinya.

“Aturannya sudah ada, hanya saja pengawasan tidak pernah dilakukan secara maksimal. Padahal, di Perwali juga sudah diatur tentang evaluasi tahunan, tetapi kenyataannya tidak pernah dijalankan,” ujar Iswandi usai memimpin rapat di ruang utama lantai 2 Gedung DPRD Samarinda.

Ia mengungkapkan, saat ini terdapat lebih dari 533 izin baru yang diajukan untuk membuka usaha ritel di Samarinda. Sementara, dari 323 izin lama yang masih aktif, masih ditemukan banyak pelanggaran, termasuk soal jam operasional yang tidak sesuai ketentuan.

“Ada laporan masyarakat dugaan pelanggaran jam beroperasi, kalau 323 ritel saja masih bermasalah, bagaimana nanti kalau ditambah 533 izin baru? Makanya kami minta pending dulu semua izin baru sampai masalah lama selesai,” tegasnya kepada awak media.

Komisi II juga berencana memanggil kembali sejumlah pihak terkait, termasuk Dinas PUPR dan DPMPTSP, untuk membahas lebih dalam mekanisme perizinan serta pembagian kewenangan antarinstansi. Menurut Iswandi, masih terdapat tumpang tindih tanggung jawab dalam penerapan sistem Online Single Submission (OSS) di daerah.

“Di daerah lain bisa berjalan lancar terkait untuk tidak menyetujui izin baru, kenapa di Samarinda tidak? Ini berarti ada celah dalam aturan yang harus segera diperbaiki,” tutur politisi PDIP itu.

Ia menilai, Perwali Nomor 9 Tahun 2015 sudah tidak lagi relevan dengan kondisi ekonomi saat ini dan perlu revisi menyeluruh agar sejalan dengan Undang-Undang Perlindungan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Iswandi menekankan bahwa keberadaan ritel modern seharusnya tidak mematikan usaha kecil dan warung tradisional.

“Kami ingin memastikan apakah kehadiran ritel benar-benar berkontribusi pada penyerapan tenaga kerja dan kemajuan ekonomi daerah. Kalau tidak, lebih baik dikendalikan,” tandasnya.

Selain menyoroti perizinan, Komisi II juga mendorong Dinas Perdagangan untuk memberikan pelatihan bagi pelaku usaha kecil agar mampu bersaing dengan ritel modern. Menurutnya, pelatihan tidak hanya berfokus pada manajemen usaha, tetapi juga peningkatan pelayanan dan etika berjualan.

“Zaman sudah berubah. Warung tradisional juga harus beradaptasi, tapi pemerintah wajib hadir membantu mereka agar tidak tersisih,” tutup Iswandi. [] ADVERTORIAL

Penulis: Guntur Riyadi | Penyunting: Rasidah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com