Plasma Tak Kunjung Diterima, Warga Ajukan Mediasi

KUTAI KARTANEGARA – Puluhan warga yang mengaku sebagai anggota Koperasi Tunas Prima Indah (KTPI) mendatangi Dinas Perkebunan (Disbun) Kutai Kartanegara (Kukar) untuk meminta kejelasan mengenai hak plasma yang tak pernah mereka terima sejak 2013. Warga menilai perusahaan dan koperasi tidak memberikan kepastian terkait status mereka sebagai mitra plasma, meski lahan mereka telah beralih menjadi perkebunan kelapa sawit milik PT Tunas Prima Sejahtera (TPS).

Menurut penuturan warga, sekitar 80 orang asal wilayah Kahala mengklaim memiliki lahan bahari yang kini masuk dalam kawasan Desa Genting Tanah. Lahan itu disebut telah menjadi areal tanam perusahaan perkebunan sawit.

“Data ini kami dapatkan dari Pak Saipul dan kawan-kawan. Menurut beliau, sekitar 80 warga memiliki lahan bahari yang sekarang menjadi tanaman perkebunan perusahaan,” ujar Kepala Bidang Usahan dan Penyuluhan, Samsiar, seusai mediasi di Ruang Rapat Sawit Disbun Kukar, Tenggarong, Rabu (13/08/2025).

Warga mengaku pernah dijanjikan menjadi anggota plasma mitra perusahaan. Namun kenyataan di lapangan, mereka tidak pernah menerima hasil kebun, pembagian keuntungan, ataupun surat keputusan (SK) resmi yang menunjukkan status mereka sebagai mitra. “Dulunya mereka dijanjikan sebagai anggota plasma mitra. Namun sampai saat ini belum pernah menerima hasil plasma atau SK-nya,” tambahnya.

Dalam forum mediasi, Disbun Kukar menekankan bahwa tahapan penyelesaian persoalan ini harus dimulai dari penentuan titik koordinat lahan. Menurut Samsiar, pengecekan posisi lahan sangat penting untuk memastikan apakah lahan tersebut benar masuk dalam wilayah KTPI, koperasi lain, atau justru menjadi bagian dari kebun inti PT TPS.

“Lahan yang diakui Pak Saipul dan kawan-kawan itu harus dicek posisinya. Apakah berada di dalam KTPI, koperasi lain, atau kebun inti PT TPS,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa hasil pengukuran koordinat akan menjadi acuan bagi Disbun Kukar untuk memanggil pihak perusahaan, koperasi, maupun instansi lain yang terkait. Namun proses mediasi belum optimal karena pihak perusahaan yang menjadi sorotan warga, yakni TPS, tidak hadir dalam pertemuan tersebut. “Pihak perusahaan tidak hadir. Saya tidak tahu apa alasannya. Pengurus KTPI juga tidak hadir,” tegas Samsiar.

Kepala Desa Genting Tanah, Junaidi, dalam kesempatan yang sama menyampaikan bahwa lahan yang dikelola KTPI berada di luar area yang diklaim warga. Meski demikian, pernyataan tersebut masih harus dibuktikan melalui pengecekan lapangan. “Kalau koordinatnya sudah diserahkan, dalam beberapa hari posisi lahan akan ketahuan,” ujarnya.

Samsiar menegaskan bahwa pemilik lahan memiliki hak mendapatkan plasma apabila terbukti lahan mereka masuk dan dikelola oleh perusahaan. Ia mengingatkan bahwa aturan nasional menetapkan kewajiban perusahaan untuk mengalokasikan minimal 20 persen dari wilayah izin usaha sebagai lahan plasma masyarakat. “Hitungannya 20 persen. Misalnya warga punya 5 hektare, maka 20 persen atau 1 hektare wajib dikembalikan sebagai plasma,” tuturnya.

Ia menyatakan bahwa dokumen legal seperti SK kemitraan dan perjanjian kerja sama seharusnya diberikan sejak awal untuk menjamin hak masyarakat sebagai mitra.

Disbun Kukar memastikan bahwa proses pengukuran koordinat akan segera dilakukan, dan pihak perusahaan serta koperasi akan dipanggil kembali untuk penyelesaian lanjutan. Sengketa yang telah berlangsung lebih dari satu dekade ini diharapkan dapat menemukan titik terang setelah semua data lahan terverifikasi dengan jelas. [] ADVERTORIAL

Penulis: Jemi Irlanda Haikal | Penyunting: Rasidah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com