SAMARINDA — Polemik soal lemahnya pengawasan aturan jam operasional kembali mencuat di Kota Tepian. Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Samarinda, Iswandi, secara tegas menyebut pemerintah kota tak cukup serius memastikan regulasi berjalan sebagaimana mestinya. Ia menilai masalah ini bukan soal aturan yang kabur, tetapi soal pengawasan yang tak pernah benar-benar dilakukan.
Iswandi menyampaikan kritik itu usai menghadiri rapat di ruang Paripurna lantai dua pada Kamis (06/11/2025) sore. Dalam nada kecewa, ia memastikan regulasi jam operasional sudah sangat gamblang. “Sebenarnya di situ sudah jelas, kalau mengenai jam operasional di Perwali Nomor 9 Tahun 2015 sudah jelas, cuma tidak pernah ada pengawasan aja,” tegas Iswandi.
Tak berhenti di situ, ia juga mengungkap kelemahan dalam tindak lanjut surat edaran dari instansi terkait, yang semestinya memberi ruang evaluasi rutin setiap tahun. “Edaran yang mereka terbitkan itu juga kan sudah ada di situ di poin 6, bahwa dari Dinas Perdagangan itu mereka akan evaluasi setiap tahun, berarti kan tidak ada evaluasi,” ujarnya.
Menurutnya, kekacauan izin usaha yang terjadi bukan karena aturannya kurang tegas, melainkan karena minimnya kemauan pemerintah mengawasi secara benar-benar konsisten. “Ini kan tinggal itikad baik mau atau tidak mau aja sebenarnya. Sudah ada masalah gini baru jadi masalah, kalau ndak ada masalah gini kan ndak ketahuan itu,” katanya.
Situasi yang semakin pelik membuat Komisi II akhirnya memutuskan menunda seluruh pembahasan izin tambahan. Fokus utama kini adalah menyelesaikan tumpukan persoalan izin yang masih bermasalah.
“Tadi kan kita bilang kita pending semua itu, kita selesaikan yang 323 ini aja masih ada masalah apalagi nanti ditambah 533, berarti harus di-pending dulu. Nanti makanya tadi kita mau panggil lagi itu PUPR, Dinas Perdagangan, DT PSP,” terangnya.
Komisi II bakal memanggil sejumlah instansi teknis untuk duduk satu meja, memastikan persoalan tumpang tindih izin benar-benar dibedah secara terbuka. “Kita bicara duduk dulu satu meja, ini sebenarnya gimana sih ceritanya ini izin-izin ini,” ujarnya.
Iswandi juga menyoroti praktik saling lempar tanggung jawab antar instansi, yang menurutnya membuat penyelesaian masalah berjalan lambat serta membingungkan pelaku usaha. “Kan saling lempar-lempar tadi, Dinas Perdagangan tahunnya sudah clear ngisi OSS tadi, sementara dari mereka sana, tapi kenyataannya di daerah lain bisa kok,” ungkapnya dengan nada heran.
Ia menilai kondisi ini sangat merugikan pelaku usaha yang berharap kepastian hukum dan ketegasan pemerintah daerah. “Kan logika sederhana saya yang saya katakan kan, di daerah lain bisa, mereka tidak diizinkan kok, kita tidak bisa,” tegasnya.
Iswandi menutup pernyataan dengan menegaskan bahwa perbedaan kebijakan antar daerah tidak bisa dijadikan alasan, mengingat semua pemerintah daerah berada dalam sistem nasional yang sama.
“Padahal sama-sama daerah tingkat dua, masih sama-sama Indonesia, lain kalau satunya di Papua Nugini sana kan mungkin baik beda itu,” pungkasnya. [] ADVERTORIAL
Penulis: Muhammad Ihsan | Penyunting: Rasidah
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan