KAPUAS HULU — Dua individu orang utan betina hasil rehabilitasi Sekolah Hutan Jerora, Artemis dan Gieke, akhirnya kembali ke habitat alaminya setelah dinyatakan siap menjalani hidup mandiri di kawasan Taman Nasional Betung Kerihun. Pelepasliaran berlangsung pada Rabu, 19 November 2025, tepatnya di Blok Sungai Rongun, Sub DAS Mendalam, wilayah kerja SPTN Wilayah III Padua Mendalam, Kalimantan Barat.
Artemis berusia 6 tahun 4 bulan, dan Gieke 6 tahun 10 bulan. Keduanya selama bertahun-tahun mengikuti proses rehabilitasi dengan menunjukkan kemampuan penting sebagai orang utan liar: menjelajah, mengenali pakan alami, serta membuat sarang. Tim juga memastikan kedua orang utan tidak lagi menunjukkan ketergantungan pada manusia sehingga layak dilepasliarkan.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat, Murlan Dameria Pane, menjelaskan bahwa proses menuju lokasi dilepasliarkannya orang utan memerlukan perjalanan panjang. Dari Sekolah Hutan Jerora di Sintang menuju Putussibau ditempuh delapan jam perjalanan darat, lalu dilanjutkan tiga jam perjalanan air menggunakan longboat menuju Stasiun Pelepasliaran Mentibat.
Setiba di lokasi, kata Murlan, dua orang utan tersebut menjalani habituasi selama satu malam, termasuk pemeriksaan medis untuk memastikan kondisi fisik dan psikologis stabil. “Hari berikutnya baru dibawa dengan longboat selama satu jam perjalanan tambahan menuju Sungai Rongun di dalam kawasan Taman Nasional Betung Kerihun,” katanya dalam keterangan tertulis, Jumat, (21/11/2025).
Menurut Murlan, langkah ini merupakan bagian dari upaya berkelanjutan pemerintah melestarikan orang utan Kalimantan yang berstatus Critically Endangered. Ia juga menyebut masyarakat sekitar ikut menyambut pelepasliaran ini. “Keterlibatan mereka tidak hanya bersifat teknis, namun juga emosional, karena melihat orang utan kembali ke hutan dianggap sebagai simbol keberhasilan perjuangan panjang dalam menjaga kelestarian hutan,” tuturnya.
Kepala Balai Besar TNBKDS, Sadtata Noor Adirahmanta, menegaskan komitmen lembaganya dalam pemantauan pasca-pelepasliaran dan pelibatan masyarakat. Ia menyadari keberlanjutan konservasi tidak mungkin terwujud tanpa dukungan warga sekitar. “Kami berharap keberhasilan ini menjadi inspirasi untuk terus menjaga hutan Kalimantan bagi generasi mendatang.”
Sementara itu, Brigita, mahasiswa Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura yang terlibat dalam proses tersebut, mengaku pengalaman ini menjadi momentum penting dalam hidupnya. “Melihat orang utan kembali ke habitatnya memberikan rasa haru dan kebanggaan tersendiri,” katanya. Ia menambahkan, “Bagi kami ini mengingatkan bahwa perjuangan konservasi bukan hanya pekerjaan, tetapi panggilan untuk menjaga masa depan alam kami.”
Kegiatan pelepasliaran ini merupakan yang ke-17 sejak 2017. Hingga kini, total 37 individu hasil rehabilitasi dan satu hasil translokasi telah dilepasliarkan di Taman Nasional Betung Kerihun. Setelah kembali ke hutan, Artemis dan Gieke akan menjalani pemantauan intensif menggunakan metode nest-to-nest selama tiga bulan untuk memastikan keduanya mampu beradaptasi, menemukan makanannya sendiri, bergerak bebas, serta membangun sarang harian. []
Admin04
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan