SAMARINDA – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) menggelar Rapat Paripurna Ke-44 Masa Sidang III Tahun 2025 di ruang rapat utama Kompleks DPRD Kaltim, Jalan Teuku Umar, Samarinda, Sabtu (29/11/2025). Agenda utama rapat tersebut adalah penyampaian nota penjelasan keuangan dan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2026.
Rapat dipimpin Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud, didampingi Wakil Ketua DPRD Ekti Imanuel, Ananda Emira Moeis, dan Yenni Eviliana. Hadir pula Sekretaris DPRD Kaltim Norhayati Usman serta Sekretaris Daerah Provinsi Kaltim Sri Wahyuni yang mewakili Gubernur Rudy Mas’ud.

Usai memimpin rapat, Hasanuddin Mas’ud akrab disapa Hamas menjelaskan kondisi fiskal Kaltim yang tengah menghadapi tekanan berat. Penyebab utamanya adalah turunnya Dana Transfer ke Daerah (TKD) dari pemerintah pusat, yang dipangkas hingga 66,3 persen.
“Kalau dana transfer dari pusat mengalami penurunan sekitar 66,3 persen, ya memang fiskal kita tertekan. Yang perlu kita lihat adalah pos apa saja yang mengalami penurunan, dan itu nanti dapat kita tanyakan kepada pemerintah,” ujar politisi Partai Golongan Karya (Golkar) tersebut.
Meski pendapatan daerah menurun signifikan, Hamas menegaskan bahwa beberapa sektor tidak boleh dipangkas karena menjadi prioritas utama pembangunan. Sektor pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar disebutnya tetap harus dipenuhi.
“Ada anggaran belanja tidak bisa diturunkan, mungkin pembangunan yang utama itu yakni pendidikan, kesehatan, terus infrastruktur dasar itu biasanya tidak dapat diturunkan,” jelasnya.
Hamas menguraikan bahwa total APBD Kaltim berada di angka Rp15,15 triliun. Dengan komposisi belanja langsung dan belanja tidak langsung yang hampir berimbang, ruang fiskal yang dapat digunakan pemerintah menjadi semakin terbatas.
“Melihat dari fiskal kita APBD Kaltim tersisa Rp15,15 triliun, terus ada belanja langsung dan tidak langsung, kalau belanja langsung hampir separuh, jadi belanja tidak langsung yang bisa dipakai sekitar Rp7 triliun atau 6 triliun, pembagian kepada 10 kabupaten/kota itu sekitar Rp5 triliun, jadi sisa fiskal yang bisa digunakan mungkin antara Rp2 atau Rp3 triliun, sehingga memang agak tertekan dalam pembangunan,” tuturnya.
Kendati demikian, Hamas memastikan bahwa bantuan keuangan (Bankeu) untuk 10 kabupaten/kota tetap diberikan meskipun jumlahnya turun signifikan akibat pemangkasan dana TKD dari pemerintah pusat.
“Bankeu ke kabupaten/kota tetap ada, tetapi besarnya sangat sedikit,” tutup Hamas. [] ADVERTORIAL
Penulis: Guntur Riyadi | Penyunting: Rasidah
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan