Samarinda Gelar Pentahelix, Siapkan Strategi Hadapi Banjir 2026

SAMARINDA – Mengantisipasi meningkatnya risiko bencana hidrometrologi, Forum Pengurangan Risiko Bencana (FORUM PRB) Kota Samarinda menggelar rembuk pentahelix yang melibatkan pemerintah, akademisi, dunia usaha, masyarakat, dan media. Kegiatan tersebut berlangsung di Cafe Bagios, Jalan KH Abdurrasyid, Kamis (18/12/2025), dan dihadiri langsung oleh Wali Kota Samarinda, Andi Harun.

Rembuk pentahelix ini dirancang sebagai sarana sinergi lintas sektor untuk memperkuat ketahanan kota terhadap risiko banjir serta bencana hidrometrologi lain. Forum ini juga menjadi ruang diskusi strategis untuk merumuskan langkah-langkah konkret berbasis data lapangan.

Dalam sambutannya, Andi Harun menekankan bahwa kegiatan ini tidak boleh berhenti pada tataran seremonial atau sekadar tema panggung. Menurutnya, mitigasi bencana harus diwujudkan melalui aksi nyata yang menjaga keseimbangan lingkungan sebagai kunci utama pengurangan risiko bencana.

“Rembuk pentahelix tidak sekedar menjadi seremonial dan tema-tema panggung, tapi benar-benar membumi dengan bagaimana menjaga keseimbangan alam kita karena kuncinya keseimbangan alam,” ujar Andi Harun.

Wali Kota Samarinda mengingatkan pengalaman bencana di Aceh dan Sumatera sebagai pelajaran penting. Ia menekankan pencegahan degradasi lingkungan dan restorasi lahan kritis sebagai langkah strategis. Salah satu langkah konkret yang diusulkan adalah gerakan penanaman pohon yang berkelanjutan dan terukur.

“Kita untuk mengambil pelajaran dari peristiwa Aceh dan Sumatera, cara yang paling terbaik untuk mengambil pelajaran itu yakni bagaimana kita menjaga lingkungan ini tidak mengalami degradasi yang parah dan kondisi lahan sekarang yang mengalami degradasi itu kita restorasi kembali,” kata Andi Harun.

Lebih jauh, Andi Harun menegaskan bahwa upaya mitigasi tidak cukup dilakukan di hilir saja, seperti pengerukan sungai atau revitalisasi drainase. Menurutnya, jika kerusakan di wilayah hulu dibiarkan, berbagai program teknis tidak akan memberikan dampak signifikan terhadap pengendalian bencana hidrometrologi. “Oleh karena itu, kawasan dengan kondisi lingkungan yang masih baik harus dipertahankan, sementara lahan kritis harus segera direstorasi,” tuturnya.

Data Pemkot Samarinda menunjukkan terdapat sekitar 32–33 titik genangan di kota, dengan kondisi paling parah berada di wilayah Samarinda Utara. Genangan juga tercatat hampir di seluruh kecamatan, sebagian besar akibat lintasan aliran air dan pengupasan lahan akibat aktivitas perkebunan maupun pembangunan.

“Saat banyak pengupasan lahan, baik akibat aktivitas perkebunan maupun pembangunan oleh pemerintah, turut berkontribusi terhadap permasalahan 33 titik genangan yang ada di Samarinda,” jelas Andi Harun.

Wali Kota menekankan pentingnya keterbukaan dalam mengakui permasalahan agar solusi dapat dirumuskan secara tepat. Kebijakan berbasis data menjadi prioritas agar anggaran tidak sia-sia dan tepat sasaran.

Melalui rembuk pentahelix, Samarinda berharap memperkuat kolaborasi lintas sektor, menekan risiko bencana hidrometrologi, dan mewujudkan pembangunan kota yang berkelanjutan serta berwawasan lingkungan. Kegiatan ini juga menjadi deklarasi komitmen bersama untuk membangun Samarinda yang tangguh menghadapi ancaman bencana. []

Penulis: Guntur Riyadi | Penyunting: Nursiah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com