PARLEMENTARIA DPRD KALTIM – Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) Nidya Listiyono mengaku tak habis pikir mengapa pembangunan pabrik smelter atau peleburan nikel yang berada di kawasan Pendingin, Sanga Sanga, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) mendatangkan tenaga kerja dari negeri Tiongkok.
“Lokasi lahan pembangunannya adalah milik pemerintah daerah, tapi di sana yang bekerja Cina semua,” katanya menjelaskan kepada awak media terkait apa yang mendasari dirinya melakukan interupsi saat Rapat Paripurna ke-50 di Lantai 6 Gedung D Kantor DPRD Kaltim, Senin (14/11/2022) malam.
Terdapat beberapa poin yang disampaikan dalam interupsinya tersebut, di antaranya terkait dengan adanya informasi terkait pembangunan smelter nikel di daerah Pendingin, masalah kerusakan jalan akibat angkutan material proyek pembangunan smelter, serta masalah tenaga kerja yang terlibat dalam proyek itu.
Semula, ia mendapatkan informasi soal proyek smelter saat mendapatkan keluhan jalan rusak. “Saya ada dikirimi warga terkait ada demo jalan rusak karena dilewati kendaraan proyek pembangunan smelter. Hal ini banyak ditanyakan warga ke Komisi II DPRD Kaltim,” ujarnya.
Tiyo menyampaikan bahwa pembangunan smelter itu adalah investasi yang masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN). Namun yang ia pertanyakan, DPRD Kaltim tidak pernah diajak berkomunikasi terkait rencana pembangunan smelter dengan nilai investasi triliunan rupiah tersebut.
“Jadi kami akan panggil nanti Kepala DPMPTSP (Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Kaltim, red), untuk kemudian menanyakan bahwa apakah benar ada proses pembangunan smelter. Selain itu juga menyampaikan bahwa di situ ada tenaga kerja asing,” jelasnya.
Jika benar hal itu terjadi, ia menilai pemerintah daerah tidak serius memperhatikan kepentingan tenaga kerja lokal untuk mendapatkan prioritas untuk bekerja di perusahaan-perusahaan besar yang ada di Kaltim. “Maksud saya bahwa pemerintah dan DPRD perlu melindungi kepentingan tenaga kerja Kaltim. Bagaimana peran pemerintah yang dalam hal ini adalah perizinan bisa memberikan peluang ini pada mereka, “ katanya.
Nidya Listiyono menyesalkan dengan pembangunan smelter nikel tersebut, karena tidak melibatkan DPRD Kaltim. “Diam-diam saja ternyata ada yang jalan. Kita tidak tahu ada yang melakukan invetasi, tapi kenapa kami tidak diajak bicara,” imbuhnya.
Dia tak menampik, jika saat ini banyak perusahaan besar yang ada di Indonesia dan Kaltim khususnya dalam hal merekrut tenaga kerja tidak mengutamakan masyarakat lokal. Bahkan tenaga kerja banyak yang didatangkan dari luar Indonesia. Akibatnya, masyarakat lokal hanya menjadi penonton di ‘kandang’ sendiri.
Politisi Partai Partai Golongan Karya (Golkar) ini juga akan mempertanyakan soal keuntungan yang akan diterima daerah dengan berdirinya smelter tersebut, karena belakangan ia juga menerima informasi pembangunan dilakukan di atas lahan milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim.
“Sistem kerja samanya bagaimana, dan lain sebagainya, kemudian bagaimana masalah ketenagakerjaan, bagaimana peran pemprov Kaltim, bagaimana peran masyarakat Kaltim, dan apa yang didapat. Ini tentu perlu kita pertanyakan bersama,” tanyanya.
Meski begitu ia memastikan bahwa dewan tidak alergi terhadap investasi. Karena selama ini Kaltim juga telah banyak menerima investasi baik itu dari dalam dan luar negeri.
“Mulai dari China, Australia, dan negara-negara lainnya. Ini yang perlu kami perdalam, jangan sampai DPRD tidak tahu apa-apa. Karena ini masuk ke dalam ranah Komisi II, kami akan memanggil segera dinas-dinas terkait untuk menanyakan hal ini,” pungkasnya.[]
Penulis: Agus P. Sarjono
Penyunting: Hadi Purnomo