PARLEMENTARIA KOTA SAMARINDA – Joha Fajal, Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) sukses memediasi konflik antara Muhammad Muhdip yang didampingi Kuasa Hukumnya dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda. Konflik itu adalah soal ganti rugi penertiban bangunan di bantaran Sungai Karang Mumus.
Muhammad Muhdip merupakan warga dari jalan perniagaan, Kecamatan Sungai Pinang, Samarinda. Sedangkan bongkaran bangunan yang ia tuntut gati ruginya terletak di Jalan Perniagaan, Gang Hartati. Dari Pemkot Samarinda, hadir pejabat dari Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), dan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dan Biro Hukum Sekretariat Kota Samarinda.
Penyelesaian konflik itu dilakukan melalui hearing atau rapat dengar pendapat yang digelar di Ruang Rapat Utama lantai II DPRD Kota Samarinda, jalan Basuki Rahmat, Samarinda, Kamis (05/01/2023). Hearing digelar tertutup dan berlangsung sekitar satu jam lebih. Usai rapat, Joha Fajal mengungkapkan, permasalahan yang berawal dari penertiban bangunan bantaran Sungai Karang Mumus akhirnya dapat diselesaikan.
“Dari 72 bangunan ada 1 bangunan yang belum menerima (ganti rugi, red), dan yang 71 itu menerima, karena tidak mempunyai hak atas tanah, dianggap tanah negara. Itu clear. Pemerintah sudah melakukan pembayaran ganti rugi terhadap bangunan berdasarkan harga appraisal (harga taksiran dari dari pihak berkompeten, red), berarti pemerintah sudah mengambil langkah yang bagus,” ungkap Joha Fajal.
Menurut politisi dari Partai Nasional Demokrat (Nasdem) ini, warga atas nama Muhammad Muhdip tidak mau atau keberatan karena dia meminta dihitung tanahnya yang memiliki surat tanah, meskipun atas nama dalam surat tanah itu adalah Sabri, bukan Muhammad Muhdip.
“Masalahnya surat tanah yang dimiliki itu atas nama Sabri. Tadi sudah sepakat bahwa pemerintah akan tetap melakukan pembayaran dengan catatan bahwa surat atas nama Sabri harus dibalik nama atas nama Muhammad Muhdip karena kalau yang dibayar M Muhdip tapi surat tanahnya Sabri nanti salah bayar,” ungkap Joha Fajal.
“Sedangkan kuasa hukum menyampaikan minta waktu, kapan saja berkoordinasi dengan pemerintah untuk melakukan pembayaran secara otomatis sesuai dengan ketentuan yang ada, dengan luasan 50 meter persegi, bangunan dihargai Rp38 juta per satu bangunan,” kata Joha, sapaannya.
Anggota dewan kelahiran Ujung Pandang, 18 Februari 1967 ini menganggap, rapat yang digelar tersebut dianggap sudah selesai, tinggal komunikasi antara Pemkot Samarinda dengan pihak Muhammad Muhdip. “Apabila dia cepat melakukan balik nama, maka secepat itu juga pemerintah akan melakukan ganti rugi,” kata Joha. []
Reporter: Guntur Riyadi | Editor: Hadi Purnomo