Sigit Wibowo Ulas Rasio Legis Raperda Bahasa

Bahasa daerah yang dipakai di daerah, ada Kutai, Banjar, Dayak dan sebagainya. Itu tentu  dilestarikan dan kita pakai terus menerus, turun menurun agar tidak punah.

PARLEMENTARIA KALTIM – Sigit Wibowo, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) mengulas rasio legis atau alasan hukum diajukannya dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) inisiatif tentang Pengutamaan Bahasa Indonesia Serta Perlindungan Bahasa dan Sastra Daerah serta tentang Pendidikan Pancasila dan Wawan Kebangsaan.

Sigit Wibowo

Saat berbincang dengan para pewarta pada akhir Rapat Paripurna ke-7 DPRD Kaltim di Gedung Utama Kompleks Perkantoran DPRD Kaltim, Jalan Teuku Umar, Samarinda, Sigit Wibowo menuturkan bahwa tujuan penyusunan raperda perihal pengutamaan Bahasa Indonesia beserta perlindungan bahasa dan sastra daerah ini adalah untuk menyatukan hubungan masyarakat Kaltim.

“Sebenarnya peraturan daerah ini untuk mengikat kita bersama di Kalimantan Timur,” ungkapnya kepada awak media saat ditemui usai memimpin rapat paripurna di Gedung Utama Kantor DPRD Provinsi Kaltim, Jalan Teuku Umar, Samarinda, Selasa (21/02/2023)

Ia menjelaskan bahwa raperda tersebut merupakan peraturan turunan sebagaimana diketahui bahwa saat ini berlaku Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara dan juga Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa.

Menurut politisi fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) ini, penyusunan raperda terkait penggunaan Bahasa Indonesia penting dilakukan agar masyarakat dapat menerapkannya secara efektif. “Supaya bahasa kita menjadi bahasa apa namanya ya kalau Bahasa Indonesia ya Bahasa Indonesia yang benar gitulah,” tuturnya.

Mengenai perlindungan bahasa dan sastra daerah, ia berharap dengan penyusunan raperda ini dapat menjaga kelestarian sehingga kekayaan budaya daerah tersebut tidak punah. “Kemudian kalau punya bahasa daerah ya bahasa daerah yang dipakai di daerah kita tadi yang disampaikan ada Kutai, ada Banjar, ada Dayak dan sebagainya. Itu tentu saja dilestarikan dan tentu saja kita bisa pakai terus menerus turun menurun dan tidak punah gitu kan dilestarikan,” pungkasnya. []

Penulis: Enggal Triya Amukti | Penyunting: Hadi Purnomo

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com