“Yang jadi pertanyaan siapa yang mengawal dan mengontrol jumlah tersebut benar? Karena ketika jumlah itu lebih dari 500 ribu, otomatis dia kewenangannya adalah galian C ditempatkan perizinannya ke pemerintahan provinsi.”
PARLEMENTARIA KALTIM – Panitia Khusus (Pansus) Investigasi Pertambangan (IP) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) mempertanyakan izin PT Fajar Sakti Prima (FSP), apakah menjadi kewenangan dari pemerintah Kabupaten Kutai Barat atau Provinsi Kaltim.
Berdasarkan Minerba One Data Indonesia (MODI), perusahaan yang pemegang saham terbanyaknya dimiliki Bayan Resource Tbk itu memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) seluas 3775 hektare. Perusahaan itu ternyata juga melakukan eksploitasi terhadap pasir sungai di Kecamatan Muara Pahu, Kutai Barat.
Dalam melaksanakan kegiatannya, FSP mengeruk sungai di Muara Pahu dan memanfaatkannya. Volume eksploitasinya pun terbilang besar dan perizinannya bisa jadi menjadi ranah Pemerintah Provinsi Kaltim.
Wakil Ketua Pansus IP M Udin dalam Rapat Dengar Pendapat bersama FSP pada hari Kamis (23/02/2023) meminta penjelasan berkaitan dengan dokumen-dokumen yang dimiliki oleh perusahaan tersebut untuk menilai jenis aktivitas.
“Penggunaan pasir tersebut pertama pembersihan alur, yang kedua penggunaan untuk perusahaan mereka yang di mana di dalam UKL/UPL-nya (Upaya Pengelolaan Lingkungan/Upaya Pemantauan Lingkungan, red) itu besarnya 490 ribu sekian jumlah material,” ungkapnya kepada awak media, saat diwawancara usai RDP.
Mengenai besaran jumlah material dalam aktivitas perusahaan, Udin–sapaannya–menegaskan perlu adanya kejelasan pihak yang mengawasi sehingga data yang didapatkan merupakan fakta yang valid.
“Yang jadi pertanyaan siapa yang mengawal dan mengontrol jumlah tersebut benar? Karena ketika jumlah itu lebih dari 500 ribu, otomatis dia kewenangannya adalah galian C ditempatkan perizinannya ke pemerintahan provinsi,” katanya. []
Penulis: Enggal Triya Amukti | Penyunting: Hadi Purnomo