Ketua Komisi Informasi Pusat Abdul Hamid Dipo Pramono menyebut Kaltim merupakan daerah paling terbuka soal memberikan pelayanan informasi kepada masyarakat di Indonesia. Peringkat pertama yang diperoleh Kaltim berdasarkan hasil penilaian Komisi Informasi (KI) selama setahun.
“Kaltim memang yang paling terbuka kalau dibandingkan daerah lainnnya. Dibawah Kaltim itu ada Jawa Timur dan Aceh,” kata Ir Abdul Hamid Dipo Pramono MSi disela-sela diskusi nasional komisi informasi menuju Rakemis 2014 di Hotel Novotel, kemarin (16/6).
Dipo Pramono menjelaskan, meski Kaltim mendapatkan peringkat pertama. Tetapi, nilainya belum mencapai 100 dan masih dikisaran 70. Pasalnya, hingga saat belum ada daerah yang sudah terbuka dalam segala hal.
Sebenarnya, lanjut Dipo penetapan Kaltim menjadi nomor satu sempat mendapatkan kritikan karena dinilai masih minus soal keterbukaan informasi. Namun, Dipo menegaskan memang masih belum sempurna, tetapi ternyata di daerah lain tidak lebih baik daripada Kaltim.
“Dasar penilaian selain website. Ada 3 tim yang turun untuk mengetahui apakah ada alat keterbukaan, desk pelayanan dan ajungan yang bisa diakses masyarakat. Dokumen yang dimohon juga ada. Intinya secara undang-undang memenuhi syarat dan paling terbuka dalam menjalankan Inpres UU Nomor 2 Tahun 2014, tindak lanjut dari UU Nomor 14 tahun 2008,” jelas Dipo.
Kekurangan apa yang masih dialami Kaltim soal keterbukaan informasi publik? Soal ini, Dipo menyebut masih banyak salah satunya terkait kelengkapan sistem. “Sekarang ini, setiap hal yang diminta masyarakat terkait pelayanan publik, pemkab atau pemda harus menjelaskan hal yang diminta itu. Sarana keterbukaan harus disampaikan,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua Komisi Informasi Kaltim Eko Satiya Hushada mengatakan dengan terbitnya Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 2 Tahun 2014 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi, pihaknya kini lebih fokus terhadap pencegahan terjadinya korupsi lewat keterbukaan informasi publik.
Lewat Inpres itu juga, badan publik khususnya badan publik penyelenggara negara diberi sejumlah tugas dan kewajiban dalam penyediaan informasi publik, yang juga sebagai pelaksanaan Undang-Undang No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
“Tetapi untuk keterbukaan publik banyak kendala. Khususnya soal keterkaitan anggaran. Jika kita ingin menyidangkan orang, tetapi orang tersebut berkaitan mata rantai kita, sulitnya juga. Ini yang membuat kita menjadi mandul. Ini yang sangat harus dipahami, padahal lembaga Komisi Informasi ini sangat penting” jelas Eko.
Untuk memperkuat pelaksanaan pencegahan korupsi dan penanganan kasus tindak pidana keterbukaan informasi publik, adanya penandatandatangani MoU antara Komisi Informasi Kaltim dengan Polda Kaltim dan Kejati Kaltim sangat penting. Penandatanganan
Selain itu, KI Kaltim akan bekerja sama lewat penandatanganan MoU dengan Bandiklat Kaltim dan Numesa. Bandiklat kaitannya dengan pemberian materi keterbukaan informasi publik pada sesi pendidikan di Bandiklat Provinsi Kaltim. Sedangkan, Numesa terkait penguatan website di badan publik.
“MoU ini untuk mendorong sosialisasi informasi publik dan masalah sengketa. Di UU Nomor 14 Tahun 2008 itu, sengketa ditangani polisi dan kejaksaan karena masuk delik aduan. Di Inpres Inpres UU Nomor 2 Tahun 2014 dala pencegahan korupsi, kerjasama juag dengan pihak kepolisian dan kejaksaan. Polda Kaltim dan Kejaksaan ini cepat responnya,” tutup Eko.
Sementara itu, dalam diskusi nasional kemarin, selain Abdul Hamid Dipo Pramono, juga hadir Staf Ali Gubernur Kaltim Ahmadi MSi, Ahli Hukum Tata Negara Refli Harun SH. Hadir pula, Indonesia Parliamentary Centre (IPC) dan Direktur LSM Pokja 30. Hari ini, diskusi nasional kembali dilanjutkan. Diskusi yang juga dilakukan tanya jawab ini, banyak dihadiri komisi informasi dari daerah lain di luar kaltim. [] RedFj/BP