PT CGA : Kontraktor Serakah Dengan Banyak Masalah

Citra Gading Asritama memang kontraktor segudang pengalaman. Tapi karena serakah, nyaris semua kualitas pekerjaannya parah. Sampai-sampai perusahaan ini di-blacklist Bank Dunia dan karena satu proyeknya menyeret sang owner masuk ke jeruji besi.

PT Citra Gading Asritama (CGA) merupakan anak perusahaan holding company PT Citra Gading Group (CGG). CGG Sendiri membawahi empat perusahaan lain, yakni Citra Gading Plantation, Citra Gading Media, Citra Gading Land dan Citra Gading Mix. Informasi tersebut berasal dari portal website resmi CGG, http://www.citragading.com, yang informasinya terbaharui awal Juli lalu (10/7/2014).

Di laman itu, manajemen CGA mengklaim dirinya sebagai perusahaan nasional bidang jasa konstruksi. Punya beberapa kantor, dengan markas di Jalan Gayung Kebonsari Manunggal A-7, Surabaya, Jawa Timur (Jatim).

Informasi di luar website ini menyebut alamat markas lain, yakni di Jl. Delta Sari Indah Blok BQ-43, Waru, Sidoarjo, Jatim. Kantor perwakilannya ada di sejumlah tempat, ada di setiap proyek yang dikerjakan.

Adapun kantor cabang resminya yang tercatat, di Apartemen Sudirman Park Tower Bougenville, Lt. 03 B-03-BK Jl. KH. Mas Mansyur Kav-35 Jakarta. Kemudian di Jalan Belida Nomor 38A, Tenggarong, Kutai Kartanegara (Kukar), Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim).

Berkantor cabang di Tenggarong, karena mungkin proyek garapan CGA sangat banyak di Kaltim, bernilai triliunan rupiah. Di websitenya, disebut proyek yang selesai digarap adalah Gedung Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Aji Muhammad (AM) Parikesit, berlokasi di Desa Loa Lepu, Kecamatan Tenggarong Seberang. Lalu proyek jalan di Bontang dan di Bangkalan. Serta proyek konstruksi gedung Universitas Negeri Surabaya (Unesa).

Sedangkan yang terkini, masih menurut informasi di website CGA, ada proyek Royal World Plaza (RWP) di Tenggarong dan proyek pembangunan jalan dari Kelekat ke Tabang. Di luar Kukar, ada proyek Bendungan Bintang di Sumbawa Barat, CF Dinoyo Mall di Malang, pembangunan Jalan poros ke Muara Batuq di Kutai Barat, proyek peningkatan jalan kabupaten di Lombok Tengah dan proyek peningkatan Jalan Ring Road II di Kutai Timur.

Di laman homepage, disebutkan pula kegiatan pembangunan jalan poros Kembang Janggut menuju Kelekat, proyek dermaga di Penajam Paser Utara (PPU) dan proyek Dinas Kesehatan di Malang.

Masih menurut sumber yang sama, untuk pendiri dan pencetus grup perusahaan tersebut adalah Ichsan Suadi. Bisa jadi holding company ini dia lah pemiliknya. Di website resmi Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK), terdapat catatan tentang CGA. Ichsan Suadi, pria kelahiran Wonogiri, 12 Agustus 1964 silam ini, punya jabatan sebagai Direktur Utama.

Pengurus CGA lainnya adalah Herri Sudinarjo selalu Direktur I. Lalu Joko Supeno menjabat Direktur II. Ada nama Syukur Mursid Brotosejati sebagai Komisaris dan Sad Indah Ambarwati sebagai Komisaris Utama. Lalu nama Eko Mahmudin menjabat Direktur III.

Soal pengalaman, CGA tercatat punya puluhan, bahkan mungkin ratusan pekerjaan fisik. Seperti yang dimuat dalam laman website LPJK, perusahaan itu merupakan badan usaha bersertifikat ISO-9000, punya 50 pengalaman yang dikerjakan tahun 2002 hingga 2010. Delapan pekerjaan dengan nilai total ratusan miliar di antaranya berada di Kukar.

Di luar pengalaman yang tercatat di LPJK, sebuah perusahaan bernama PT Aset Prima Tama, yang juga terdaftar di LPJK, justru mencatatkan pengalaman mendapat pekerjaan dari CGA. Semua ada lima proyek dan di antaranya berada di Kukar, seperti pembangunan Kantor Bupati Kukar tahun 2002. Kesemua pekerjaan yang didapat dari CGA itu hanya bernilai total puluhan miliar.

SUPER SIBUK

Di lihat dari pengalaman dan peraihan pekerjaan, CGA patut diacungi jempol. Tahun ini saja, banyak proyek yang terlihat masih aktif dikerjakan. Bisa dibilang, CGA ini benar-benar perusahaan yang super sibuk atau mungkin sudah kelewat serakah. Di Kaltim, selain proyek investasi RWP, sedikitnya ada delapan pekerjaan bernilai total triliunan yang sedang digarap CGA.

Sebuah bangunan megah di kawasan SMKN 3 Unggulan tampak sedang dikerjakan para pekerja proyek dari PT Citra Gading Asritama.

Dalam berbagai informasi dan penelusuran media ini, terungkap bahwa CGA juga masih tampak aktif bekerja untuk pelaksanaan pembangunan gedung di kawasan Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 3 Unggulan di Tenggarong Seberang. Proyek ini didapat dari Dinas Pendidikan (Disdik) Kukar tahun anggaran 2012 dengan nilai kontrak Rp 87,19 miliar.

Tak jauh dari lokasi SMKN Unggulan, ada proyek perumahan Korps Pegawai Negeri (Korpri). Dalam proyek Perumahan Korpri, CGA bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kukar. Sekarang sudah terbangun 250 unit rumah dari total 1.338 unit yang harus dibangun. Akhir Juni lalu, di lokasi terdapat sebuah alat berat yang tampak bekerja mematangkan lahan.

Sebuah alat berat tampak sedang bekerja mematangkan lahan di kawasan Perumahan Korpri.

Di Kecamatan Kembang Janggut, Kukar. CGA akhir 2013 lalu mendapat proyek peningkatan jalan antara Desa Kembang Janggut menuju Desa Kelekat, yang menurut kontraknya dikerjakan sejak 6 Januari 2014. Proyek yang dimenangkan dengan penawaran Rp 214,67 miliar tersebut hingga kini masih berjalan.

Di Tenggarong, selain mengerjakan RWP, CGA juga mendapatkan lelang paket pekerjaan pembangunan infrastruktur jalan kawasan central bisnis distrik Tenggarong dengan nilai Rp 390 miliar. Proyek jalan ini diperkirakan untuk mendukung RWP. Kontrak kerjanya dimulai 14 Januari 2014.

Para pekerja sedang membangun badan jalan Kelekat menuju Tabang. Masyarakat menilai, proyek ini dikerjakan asal-asalan.

Pada tahun 2011, CGA juga diketahui mendapat proyek pembangunan jalan dari Desa Kelekat menuju Desa Bila Talang, Kecamatan Tabang. Paket pekerjaan ini dibiayai dari anggaran tahun jamak, dan di tahun anggaran 2011 adalah tahap ketiga. Kontrak proyeknya senilai Rp 236 miliar dan mulai dikerjakan 30 Desember 2011. Hingga sekarang pelaksanaan pekerjaannya belum juga tuntas.

Di Kabupaten Kutai Timur (Kutim), Kaltim, pada tahun 2012 lalu CGA mendapat proyek peningkatan Jalan Ring Road II, Jalan APT Pranoto ke Jalan Soekarno Hatta. Proyek dikerjakan sejak 26 September 2012, namun hingga sekarang belum selesai. CGA sukses mendapat pekerjaan Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Bidang Bina Marga dari dengan nilai penawaran Rp 127,5 miliar.

Di Kutai Barat (Kubar), Kaltim. Ada proyek DPU berupa pembangunan Jalan Simpang Dua Jalur melalui Karangan ke Muara Batuq yang pada tahun 2012 . CGA mendapat pekerjaan itu dengan penawaran Rp 121,149 miliar. Kontrak kerjanya sejak 16 November 2012 dan hingga sekarang dikabarkan belum selesai.

Di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kaltim, pada 2012 CGA juga mendapat pekerjaan dari pemerintah setempat berupa pembangunan pelabuhan pelabuhan sisi darat. Pelabuhan sandar untuk ekspor batu bara itu berlokasi di Kelurahan Buluminung dengan nilai proyek Rp 165,9 miliar. Kontraknya kerjanya dimulai 24 Agustus 2012 lalu namun infonya hingga kini belum serah terima.

Di Samarinda, sebuah proyek perumahan bernama Citra Gading Residence sedang dikembangkan. Di Real Estate Indonesia (REI), pengembang Citra Gading Residence tercatat atas nama CGA. Citra Gading Residence diperkirakan dibangun mulai 2012 dan berlokasi di Jalan Sultan Sulaiman, Kelurahan Sambutan, Kecamatan Samarinda Ilir. Di sana ada ratusan rumah berdiri dengan berbagai tipe.

Lalu bagaimana dengan proyek CGA yang sedang berjalan di daerah lain? Pertama, di Kabupaten Bengkalis. CGA juga diketahui sedang mengerjakan sebuah mega proyek jalan multiyears atau tahun jamak yang diguyur dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) setempat dari tahun 2012 hingga 2015. Tahun 2013, CGA menang lelang dengan penawaran Rp 498,64 miliar. Proyek mulai dikerjakan sejak 30 September 2013 dan sekarang sedang berjalan.

Di Kabupaten Lombok Tengah, CGA memenangkan tender proyek dengan penawaran Rp 4,7 miliar dan mulai dikerjakan 2 Juni 2014 lalu. Proyek tersebut adalah peningkatan jalan kabupaten dari Pengembur ke Mawun sepanjang 4,10 kilo meter. Sumber dananya Dana Alokasi Khusus (DAK) reguler. Meski bernilai kecil, namun proyek ini adalah tambahan dari proyek sebelumnya. Tahun 2013, CGA menang lelang Peningkatan Jalan Kabupaten Danau DAU Tahun Anggaran 2013 Paket IV dengan nilai Rp 31,8 miliar. Proyek mulai dikerjakan 9 Mei 2013 dan hingga sekarang ternyata juga belum tuntas.

Di Kota Malang, ada proyek pemerintah yang juga digarap CGA. Proyek itu adalah pembangunan drainase Jalan Bondowoso ke Kali Metro. Proyek bernilai Rp 38,48 miliar tersebut mulai dikerjakan sejak 1 Juli 2013 dan sampai sekarang belum juga selesai pelaksanaan pekerjaannya.

Masih di kota yang sama, CGA menjadi investor pembangunan Pasar Tradisional Terpadu dan Mall Dinoyo City. Proyek senilai Rp 191 miliar ini adalah hasil kerja sama investasi berpola Build, Operate, Transfer (BOT) atau bangun, guna, serah dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Malang. Diwacanakan sejak 2010, mulai dibangun 10 September 2012 dan hingga awal Juli 2014 belum rampung.

Di daerah Malang Utara, pada tahun 2011 silam, CGA membangun sebuah perumahan yang diberinama Tirtasani Royal Resort Karangploso di atas lahan 200 hektar. Sekarang sudah terbangun ratusan rumah berbagai tipe. CGA masih aktif mengembangkan perumahan kelas elit ini.

Di Kabupaten Sumbawa Barat, CGA berhasil memenangkan tender Pembangunan Labuhan Lalar II dengan nilai Rp 96,9 miliar. Kontrak kerja pelaksanaan pembangunannya bermula pada 19 Februari 2013 dan hingga sekarang belum selesai. Untuk proyek Labuhan Lalar tahap pertama, tahun 2009, CGA juga diketahui sebagai kontraktor pelaksananya.

Masih di Sumbawa Barat, CGA bekerja sama (joint operation) dengan PT Brantas Abi Praya untuk mengerjakan mega proyek Bendungan Bintang Bano yang berlokasi di Kecamatan Brang Rea, Pulau Sumbawa. Proyek dengan nilai total Rp 1,516 triliun itu konon selain dibiayai APBD setempat dengan sistem tahun jamak, juga berasal dari pusat dan hibah PT Newmont Nusa Tenggara. Dicanangkan sejak 2005, mulai dikerjakan tahun 2006 dan hingga kini proyeknya terus berlanjut.

BLACKLIST BANK DUNIA

Dilihat dari kuantitas pengalaman dan yang sekarang sedang dikerjakan, CGA sudah bisa disebut kontraktor kelas kakap. Bahkan pada 2007 lalu, CGA mencoba peruntungan ke negera tetangga, yakni Timor Leste dan Brunei Darussalam.

Kabarnya, CGA sempat mendapat pekerjaan di dua negara tersebut. Khusus di Timor Leste, CGA mengerjakan bangunan Stadion Nasional di Dilli. Nilai proyeknya saat itu sekitar Rp 130 miliar yang berasal dari negara donor untuk membangun fasilitas infrastruktur di Timor Leste.

Meski begitu hebat mendapat banyak proyek, namun kualitasnya banyak dipermasalahkan. Sampai-sampai perusahaan ini ditetapkan sebagai kontraktor yang masuk daftar hitam (blacklist) di urutan ke-116 karena dugaan melakukan penipuan, korupsi, kolusi, pemaksanaan serta gangguan yang melanggar kebijakan anti korupsi grup Bank Dunia atau International Development Bank (IDB) Grup.

Status daftar hitam kepada CGA itu diberikan sejak tanggal 7 Agustus 2012 hingga 6 Agustus 2014. Untuk tuduhan pelanggaran, sebenarnya disampaikan sejak Juli 2007. Perusahaan ini diduga melakukan penipuan ke grup Bank Dunia. Karena sejak disampaikannya tuduhan itu sanggahan dari CGA tidak dapat diterima, CGA resmi diputuskan masuk daftar hitam. Pada 1 Juli 2011, CGA sudah resmi di-blacklist untuk menangani proyek-proyek yang didanai Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank), Bank Pembangunan Amerika (InterAmerican Development Bank) dan Bank Pembangunan Afrika (African Development Bank).

Tidak ada keterangan jelas penipuan seperti apa yang dilakukan kepada grup Bank Dunia. Namun dugaannya terkait dengan proyek yang tendernya dimenangkan CGA di Timor Leste, proyek pembangunan stadion. Yang pasti, dengan disematkannya status blacklist, bukan saja membuat jatuh prestasi CGA, tetapi juga membuat malu bangsa Indonesia di mata dunia.

Akibat masuk daftar hitam itu, sempat beberapa kali mengalami masalah dengan tender yang dimenangkannya. Termasuk proyek multiyears bernilai Rp 498,64 miliar di Kabupaten Bengkalis. Setelah mengalahkan penawaran 56 kontraktor besar di lelang online pada September 2013, namun setelah sembilan bulan lebih berlalu, CGA tak juga bekerja.

Sementara menurut jadwal Unit Layanan Pengadaan (ULP) setempat, pada 30 September 2013 adalah batas akhir penandatanganan kontrak. Setelah itu CGA sudah bisa mengerjakan proyek. Tapi karena diprotes masyarakat dan ada keraguan dari pejabat Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) proyek, kontrak urung cepat ditandatangani.

Pada akhir April lalu (28/4/2014), Kepala Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Bengkalis Muhammad Nasir, mengemukakan bahwa pihaknya belum melakukan penandatanganan kontrak kerja dengan CGA sebagai akibat adanya status blacklist pada perusahaan tersebut.

Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) Pusat juga masih dimintai sarannya. Namun hingga awal Juli dikabarkan bahwa mega proyek berupa pembangunan Jalan Duri, Kecamatan Mandau menuju Sungai Pakning, Kecamatan Bukitbatu, Kabupaten Bengkalis, Riau itu belum juga dimulai.

PROBLEM DI KUKAR

Di Kukar, sejumlah proyek yang dikerjakan CGA juga bermasalah. Ada proyek pembangunan RSUD AM Parikesit, perumahan Korpri, SMKN 3 unggulan, peningkatan jalan Kembang Janggut–Kelekat dan proyek Royal World Plaza, semuanya pernah mendapat sorotan karena ketidakberesannya.

Untuk proyek pembangunan Gedung RSUD AM Parikesit di Tenggarong Seberang, bernilai Rp 308 miliar. Dikerjakan sejak 23 Desember 2010, meskipun sempat molor, akhirnya rampung di Desember 2012. Rekanan proyek tahun jamak (multiyears) Dinas Pekerjaan Umum tersebut sebenarnya PT Nindya Citra Pandu (NCP) kerja sama operasi (KSO) dengan PT Bikonar Perdana (BP).

Lalu mengapa CGA mengklaim telah mengerjakan proyek tersebut? Bisa saja NCP dan BP men-sub-kan pekerjaan pembangunannya ke CGA. Tapi mengapa NCP dan BP memberikan pekerjaan ke CGA? Apakah join operasi NCP dan BP tak sanggup mengerjakan sendiri? Ada hubungan apa antara kedua rekanan proyek itu dengan CGA?

Dari penelusuran media ini, NCP dan BP bukanlah perusahaan besar dan terkenal. Jauh dibanding CGA yang banyak tercatat di banyak laman website lembaga resmi pemerintah. Karena itu track record NCP dan BP juga tak banyak diketahui.

Namun, BP beralamat yang nyaris sama dengan CGA, di Jalan Gayung Kebonsari Manunggal 6, Surabaya. Bisa jadi ada hubungan khusus dengan manajemen atau owner CGA, meski dipastikan bukan satu grup perusahaan. Mungkin juga kehadiran NCP dan Bikonar hanya sebagai perusahaan ‘pinjaman’ dengan kontraktor sesunguhnya adalah CGA.

Dari website monitoring dan evaluasi LKPP, diketahui bahwa BP merupakan perusahaan yang beberapa kali mendapatkan pekerjaan perencanaan atau pengawasan dengan kontraktor pelaksananya CGA. Seperti Perencanaan Teknis dan DED Jalan Kelekat – Kembang Janggut (11 Km) tahun 2012 dan Pengawasan Pembangunan Kawasan SMAN 3 Unggulan Kabupaten Kutai Kartanegara pada tahun 2011.

Dari sisi mutu hasil pekerjaan proyek RSUD AM Parikesit, sempat mendapat sorotan dari masyarakat yang melihat langsung hasilnya. Kualitas bangunan begitu menyedihkan, di sana-sini banyak keretakan. Pada Februari 2013, sejumlah anggota DPRD Kukar dari Komisi II melakukan inspeksi mendadak (sidak). Apa yang ditemukan anggota dewan memang seperti yang dituduhkan masyarakat.

Salah seorang Anggota Komisi II DPRD Syahrani menegaskan, kualitasnya hasil pekerjaan jauh dari harapan masyarakat. Tidak hanya pada proyek pembangunan infrastruktur jalan yang diketahui banyak ditemukan dengan kualitas buruk, namun juga pembangunan gedung untuk kepentingan umum juga banyak ditemukan asal asalan. “Banyak kita temukan hasil proyek pembangunan Pemkab Kukar, dengan kualitas rendah dan sangat buruk,” kata Syahrani kepada wartawan, beberapa hari setelah melakukan sidak (14/2/2013).

Salah satu contoh hasil pekerjaan yang asal, kata dia, adalah banyak dinding bangunan yang terlihat sudah retak, kondisi kabel instalasi listrik juga semrawut, kondisi semen di dinding bergelombang tak merata. “Kami beberapa waktu lalu melakukan tinjauan ke lokasi pembangunan RSUD. Kualitas pengerjaanya sangat memprihatinkan sekali, padahal dana untuk membangun ratusan miliar,” kata Syahrani.

Selain itu, kata Syahari, pekerjaan pembangunan sudah dikatakan selesai 100 persen, tetapi ternyata masih ada item pekerjaan yang belum diselesaikan. Di antaranya adalah pembenahan taman yang banyak genangan air dan finishing pekerjaan seperti pengecatan belum sempurna.

“Bangunan dikatakan rampung 100 persen itu sudah tidak ada pembenahan. Sedangkan kondisi lapangan, masih banyak yang harus dibenahi. Seperti taman dan pekerjaan finishing yang perlu diperbaiki karena belum sempurna,” ujar Syahrani.

Buruknya kualitas proyek RSUD, kata dia, juga tanggung jawab konsultan pengawas dan Pejapat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK). “Konsultas pengawas memiliki peranan penting, mengawasi jalannya proyek pembangunan sesuai dengan perencanaan, dan tentunya kualitasnya harus bagus tidak asal asalan,” tandas Syahrani.

Selain itu, ada dua proyek lain di Tenggarong Seberang, yakni perumahan Korpri dan komplek SMKN 3, yang kualitasnya juga mengecewakan. Hasil penelusuran Lembaga Investigasi dan Pemberantasan Praktik Raksuah (LIBAS) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kukar, menyebutkan, ada sejumlah bangunan rumah di kompleks perumahan Korpri yang retak, bangunan dinding terbelah dua, cat-cat mengelupas.

Hal tersebut diungkapkan Saiful Bahri, Sekretaris LIBAS GP Ansor Kukar, belum lama ini (28/10). “Kualitas bangunan rumah sangat jelek. Padahal harga beli para pegawai mulai dari Rp 60 – 70 jutaan. Harga itu untuk bangunan saja, karena lahan, fasilitas umum, jalan, jaringan listrik dan air kan dari uang Pemkab Kukar semua,” ungkap Saiful.

Menurut dia, dengan uang Rp 60 juta, khusus untuk bangunan saja, mestinya mutu bangunan lebih bagus. Misalnya saja kualitas dinding, bukan dari batu bata, melainkan batako. Belum lagi cat dan acian. “Di Samarinda itu ada proyek rumah murah, harganya Rp 70an juta. Tapi sudah termasuk lahan, fasilitas umum, listrik, air. Ini ada yang tidak beres,” kata Saiful.

Harus diakui, proyek perumahan Korpri memang dibangun dengan sistem kerja sama, tetapi bentuk kerja sama antara Pemkab Kukar dengan CGA masih kabur. “Saya lihat ada bangunan rumah di sana yang runtuh. Padahal rumah-rumah di situ dibangun baru saja. Jangan-jangan nanti setelah ditinggali, penghuninya kerubuhan,” tandas Saiful.

Kondisi bangunan yang parah juga berlaku di kawasan SMKN 3 Unggulan. Proyek yang mulai dikerjakan sejak 27 April 2012 ini belum selesai dan hasilnya juga buruk. “Saat saya melihat kondisi gedung, banyak sisi-sisi bangunan luar yang catnya mengelupas, retak-retak. Bahkan ada yang bolong. Ini kan bangunan yang baru saja selesai dikerjakan, bahkan masih ada yang pekerjaannya berjalan, tetapi kok kondisinya sudah parah begitu,” kata Saiful Bahri.

Diungkapkannya, mengenai detail proyek SMKN 3 Unggulan, Syaiful mengaku belum mengetahui secara pasti. Namun jika melihat jumlah bangunan dan besarnya nilai proyek, mestinya kondisi bangunan tidak seburuk itu.

“Di kompleks SMKN 3 Unggulan, selain gedung ruang kelas, juga ada gedung asrama. Kalau bangunan ini tiba-tiba roboh bagaimana? Dengan kualitas bangunan seperti itu, sangat membahayakan,” papar Saiful.

DI MANA-MANA MOLOR

Selain dikenal dengan hasil pekerjaanya yang asal-asalan, kinerja kontraktor CGA ini juga dikenal lambat dan suka molor dalam menyelesaikan pekerjaan. Salah satu contohnya proyek jalan antara Desa Kelekat, Kecamatan Kembang Janggut menuju Desa Bila Talang, Kecamatan Tabang, bernilai Rp 236,09 miliar.

Menurut jadwal lelangnya, kontrak ditandatangani 30 Desember 2011. Namun dua tahun lebih setelah pekerjaan dimulai, belum juga rampung. Proyek ini sebenarnya adalah proyek multiyears yang dibiayai anggaran daerah sejak tahun 2005. Dari tahap satu hingga tahap ketiga, CGA selalu memenangkan tendernya.

Sejumlah pegiat anti korupsi permah memperkarakan proyek jalan Kelekat ke Tabang ini dan dilaporkan ke penegak hukum. Informasinya, dari tahun 2005 hingga 2011, anggaran yang sudah digelontor mencapai Rp 1 triliun. Jalan yang dibangun ini, disebut-sebut merupakan jalan ‘peninggalan’ operasi perusahaan kayu yang ‘diakui’ sebagai hasil pekerjaan CGA.

Di awal 2014 lalu, CGA juga berhasil ‘merebut’ paket pekerjaan pembangunan jalan dari Desa Kembang Janggut menuju Desa Kelekat. Nilainya Rp 214,67 miliar dan kontrak kerjanya dimulai 6 Januari 2014 lalu.

Menurut Alamsyah, Ketua Laskar Anti Korupsi (LAKI) Pejuang 1945 Kecamatan Kembang Janggut, hingga akhir Juni lalu, belum ada terlihat kemajuan pekerjaannya. “Proyek yang Kelekat ke Tabang saja belum selesai. Ini diberi kerjaan lagi dari Kembang Janggut ke Kelekat. Ini pasti ada yang tidak beres,” kata Alamsyah menduga.

Secara terpisah, akhir April lalu, anggota Komisi II DPRD Kukar, Guntur mengungkapkan, progress pekerjaan jalan poros Kelekat ke Tabang dari titik 0 menuju Desa Bila Talang dinilai lambat. Ketika bekerja, CGA diketahui hanya menggunakan 1 unit doozer dan 1 unit excavator.

Guntur berharap agar setiap pengerjaan proyek dilakukan sesuai dengan mekanisme yang berlaku. “Jangan sampai mengecewakan. Konsultan pengawas sebagai kepanjangan tangan PPTK harus berada dilokasi proyek dan harus berani menegur kontraktor yang melakukan pekerjaan yang menyalahi dan tidak sesuai spesifikasi kontrak,” tegasnya.

Guntur meminta agar pihak kontraktor yang terlibat dalam pengerjaan proyek tahun multiyears agar tidak tergantung dengan waktu proses pencairan anggaran. “Proyek harus tetap jalan walaupun anggaran belum turun dan dapat selesai dengan baik agar masyarakat dapat segera menggunakan jalan tersebut yang lebih aman dan nyaman,” kata Guntur kepada wartawan ketika meninjau proyek itu.

Dikatakan begitu, menurut Guntur, karena kontraktor sedang mengalami kesulitan finansial sehingga penyelesaian proyek ini terus molor. “Kontraktor mengalami kendala finansial,” ungkap Guntur.

Kata dia, proyek sudah harus selesai pada 22 November 2014 dan sekarang kemajuannya baru 74 persen. “Ada sekitar tujuh kilo meter yang belum dikerjakan. Jika sampai November belum selesai, DPRD akan melakukan review dan dengan tegas akan memotong kegiatan,” ancam Guntur.

Bukan hanya Guntur, pada kesempatan yang sama, Camat Tabang Andrie Libya juga mengemukakan hal serupa. Tabang saat ini masih tertinggal dalam hal infrastruktur. Karena itu ia berharap agar proyek itu dapat dikerjakan dengan cepat. “Kita mohon kontraktor yang ada segera mempercepat tahap pengerjaannya, selama ini terasa lambat,” kata Andrie Libya.

Sementara pekerjaan molor lain di luar Kukar juga banyak. Di Kutim, proyek peningkatan Jalan Ring Road II, Jalan APT Pranoto ke Jalan Soekarno Hatta seharusnya telah selesai akhir 2013 lalu. Tapi karena persoalan pembebasan lahan dan lemahnya kinerja kontraktor, proyek itu hingga kini tak kunjung selesai.

Proyek lain yang seharusnya selesai akhir tahun 2013 lalu adalah proyek jalan di Kubar dan proyek pembangunan pelabuhan sisi darat di PPU. Kedua proyek bernilai ratusan miliar ini lambat diselesaikan oleh pihak kontraktor.

Di Malang juga begitu, ada proyek drainase sistem jacking senilai Rp 38,48 miliar yang molor hingga dua kali. Selain mendapatkan banyak sorotan baik dari masyarakat hingga anggota legislatif, proyek itu kini sedang diaudit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Di Lombok Tengah, ada proyek jalan senilai Rp 31,8 miliar yang dikerjakan sejak 9 Mei 2013 tapi sampai sekarang belum selesai juga. Hebatnya, pada 2 Juni 2014 lalu CGA kembali menandatangani kontrak baru proyek jalan senilai Rp 4,7 miliar.

Di Lombok Timur, ada proyek Labuhan Haji senilai Rp 82 miliar yang mulai dikerjakan 2007. Proyek tersebut mangkrak dan hingga kini tak selesai. Padahal duit sudah diterima Rp 71 miliar. Celakanya, persoalan tersebut masuk ke meja penyidikan Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat (NTB). Ichsan Suadi, Dirut CGA bahkan sampai masuk kerangkeng gara-gara proyek ini.

Ini dia proyek pembuatan drainase dengan sistem jacking di Kota Malang yang amburadul

TAK PEDULI LINGKUNGAN

Selain soal mutu hasil gawe yang kerap amburadul dan sering wanprestasi penyelesaian pekerjaan, ada hal buruk lain yang menjadi ‘kebiasaan’ CGA, yakni perusahaan ini tak peduli lingkungan.

Setidaknya ada tiga proyek CGA yang dampak lingkungannya dikeluhkan. Pertama, proyek RWP. Sejak pemancangan tiang pancang pertama, ternyata CGA belum mengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMB), demikian pula dengan izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Wajar jika kemudian proyek tersebut berdampak pada saluran drainase yang tersumbat lumpur. Jalan umum di sekitar lokasi proyek pun dibuat berlumpur hingga akhirnya ditegur pihak Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).

Di Samarinda, tepatnya di Kelurahan Sambutan, Samarinda Ilir, CGA membangun kompleks perumahan. Akibat pembukaan lahan yang tak memperhatikan dampak lingkungan, sejak perumahan dibangun, banjir sering menerjang rumah warga. Terlebih tanggul penahan air di sekitar lokasi perumahan sudah beberapa kali jebol karena kualitasnya tak memenuhi standar.

Permukiman yang sering digenangi air bah ada di sekitar Jalan Damai dan Jalan Otto Iskandardinata, termasuk di dalamnya RT 28, RT 27, RT 26, Rt 25 dan RT 9. Tak hanya rumah penduduk, dua SD, sebuah mushalla, masjid, Puskesmas Pembantu (Pusban), kantor lurah dan balai pertemuan Kelurahan Sidodamai, Samarinda Ilir, juga  ikut terendam banjir lumpur.

Masyarakat menuding, proyek perumahan Citra Gading Residence yang digarap CGA tidak memiliki Izin Amdal. Sebagai bukti, pengembang tak mampu mengatasi persoalan banjir dari imbas pembukaan lahan perumahan. Parahnya, perusahaan nyaris tak punya tanggung jawab untuk mengganti rugi dan memberi santunan kepada korban banjir .

Kemudian ada proyek jacking di Malang yang juga dituding tak memperhatikan dampak lingkungan sekitar. Pekerjaan yang asal-asalan justru membuat banjir berlumpur dan jika panas debunya sangat mengganggu. Belum lagi soal lalu lintas yang dibuat macet. Bahkan karena penyelesaian pekerjaannya molor begitu lama, masyarakat makin dibuat geram. []

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com