BANGLADESH – Demonstrasi besar tolak kuota PNS di Bangladesh semakin menggila, jumlah korban tewas mencapai 105 orang, Jumat (19/07/2024). “Sebanyak 24 orang tewas dilaporkan dari tiga rumah sakit di Ibu Kota Dhaka dan enam kematian lainnya di Kota Utara Rangpur, ditambah dengan 75 kematian yang sebelumnya dilaporkan,” menurut data rumah sakit dikutip Media, Sabtu (20/07/2024).
Sementara Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI) memastikan tak ada warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban dalam demonstrasi berujung kekerasan di Bangladesh. Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemlu, Judha Nugraha, mengatakan seluruh WNI di Bangladesh dalam keadaan aman dan selamat.
“Kedutaan Besar RI (KBRI) Dhaka telah menjalin kontak dengan para WNI di Bangladesh. Hingga saat ini kondisi mereka tetap aman dan selamat,” kata Judha dalam keterangan resmi, Jumat (19/07/2024). Judha menyampaikan KBRI juga telah menyampaikan imbauan kepada komunitas WNI untuk tetap waspada, menghindari kerumunan massa, mematuhi arahan dari otoritas setempat dan segera menghubungi hotline KBRI Dhaka jika menghadapi situasi darurat.
Berdasarkan data lapor diri KBRI Dhaka, terdapat 563 WNI yang menetap di Bangladesh saat ini. Demo di Bangladesh yang berujung bentrok antara mahasiswa, aktivis pro-pemerintah, dan aparat kepolisian Bangladesh, juga mengakibatkan ratusan lainnya luka-luka.
Bentrokan itu menyusul protes damai mahasiswa yang selama berminggu-minggu menolak sistem kuota bagi pekerjaan di lingkup pemerintahan. Mahasiswa meminta agar diberlakukan skema berbasis prestasi. Pemerintah Bangladesh saat ini memberlakukan sistem kuota yang memberikan hingga 30 persen pekerjaan di lingkup pemerintah kepada keluarga veteran perang 1971.
Menurut para kritikus, sistem ini diskriminatif karena hanya menguntungkan anak-anak pro-Perdana Menteri Sheikh Hasina dan sebaliknya merugikan anak-anak berprestasi. Pada 2018, pemerintahan Hasina sempat menghentikan sistem kuota ini menyusul protes besar-besaran mahasiswa.
Namun bulan lalu, Pengadilan Tinggi Bangladesh membatalkan putusan tersebut dan memberlakukan kembali sistem kuota usai keluarga veteran 1971 mengajukan petisi. []
Redaksi08