JAKARTA – Donald Trump akan tercatat dalam sejarah sebagai Presiden Amerika Serikat pertama yang menjabat dengan status terpidana, setelah divonis bersalah dalam kasus penyuapan terhadap bintang film porno, Stormy Daniels. Pengadilan New York menyatakan Trump terbukti berusaha menutupi pemberian uang suap kepada Daniels untuk mencegah hubungan gelap mereka terungkap jelang pemilihan presiden AS 2016.
Hakim Pengadilan New York, Juan Merchan, mengumumkan vonis bersalah terhadap Trump, namun tidak menjatuhkan hukuman penjara atau denda. Meski begitu, keputusan hakim tetap memberikan dampak besar, mengukuhkan Trump sebagai mantan presiden dan presiden terpilih pertama dalam sejarah AS yang dihukum atas tindak pidana berat.
“Pengadilan ini belum pernah menghadapi situasi yang begitu unik dan luar biasa,” kata Merchan dalam persidangan yang berlangsung pada Jumat (10/01/2025).
“Satu-satunya hukuman yang sah untuk memungkinkan putusan bersalah tanpa mengganggu posisi tertinggi di negara ini adalah vonis tanpa syarat,” lanjutnya.
Meski tidak menerima hukuman penjara atau sanksi finansial, putusan hakim ini tetap memalukan Trump di hadapan publik, terutama menjelang pelantikannya pada 20 Januari mendatang. Hal ini juga mengukuhkan statusnya sebagai presiden pertama yang akan menjabat dengan status terpidana.
Seperti dilaporkan oleh The USA Today, meskipun Trump tidak dijatuhi hukuman penjara, putusan ini tetap menambah noda pada reputasinya sebagai presiden terpilih yang akan datang. Meskipun Trump menghadiri sidang vonis secara virtual, keputusan hakim ini tetap mengukuhkan statusnya sebagai mantan presiden dan presiden terpilih pertama yang dihukum dalam sejarah AS.
Trump mengikuti persidangan ini dari jarak jauh, sementara ruang sidang di Manhattan dipenuhi oleh hakim, pengacara, serta media yang meliput drama hukum yang memanas. Sidang ini juga diwarnai oleh perdebatan sengit serta serangan pribadi yang dilontarkan oleh politisi dari Partai Republik.
Politikus Partai Republik ini menyatakan kekecewaannya yang mendalam atas vonis yang dijatuhkan padanya, sepuluh hari sebelum pelantikannya. Trump menilai bahwa keputusan ini merupakan sebuah upaya untuk merusak karakternya dan menggagalkan langkahnya dalam pemilihan umum mendatang.
“Pengalaman ini sangat mengerikan. Saya pikir ini merupakan kemunduran besar bagi New York dan sistem pengadilan di sini,” ujar Trump dalam pernyataan panjang sebelum vonis dijatuhkan. “Ini dilakukan untuk merusak reputasi saya agar saya kalah dalam pemilu – jelas itu tidak berhasil,” tandasnya.
Peristiwa ini menambah babak baru dalam sejarah politik Amerika Serikat, dengan Trump yang kembali menjadi pusat perhatian, baik bagi pendukung maupun kritikusnya, menjelang pelantikan yang semakin dekat. []
Redaksi03