Buron Kasus Korupsi E-KTP, Paulus Tannos Klaim Miliki Paspor Diplomatik

JAKARTA – Badan Anti-Korupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB), mengungkapkan bahwa Paulus Tannos, buronan kasus korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP), mengaku memiliki paspor diplomatik.

Pernyataan tersebut disampaikan saat pembacaan dakwaan di pengadilan Singapura pada Kamis (23/01/2025). Pengacara Paulus Tannos menjelaskan bahwa kliennya memiliki paspor diplomatik dari Guinea-Bissau, sebuah negara di Afrika Barat.

Namun, pihak Penasihat Negara Singapura menegaskan bahwa Paulus tidak memiliki kekebalan diplomatik, karena paspor tersebut tidak diakui oleh Kementerian Luar Negeri Singapura. Pihak berwenang Singapura menangkap Paulus Tannos pada 17 Januari 2025, setelah pemerintah Indonesia mengajukan permintaan penangkapan sementara terhadapnya.

CPIB menambahkan bahwa saat ini kasus tersebut sedang menunggu pengajuan permintaan ekstradisi resmi dari pemerintah Indonesia.

“Singapura berkomitmen untuk bekerja sama dengan Indonesia sesuai dengan proses hukum yang berlaku,” kata CPIB dalam sebuah pernyataan yang dikutip oleh Straits Times pada Jumat (24/1).

Meskipun demikian, CPIB mengaku tidak dapat memberikan komentar lebih lanjut, karena kasus ini sedang diproses di pengadilan Singapura. Dalam perkembangannya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Indonesia telah bergerak menuju Singapura untuk mengurus proses ekstradisi tersangka korupsi e-KTP, Paulus Tannos, yang berstatus buronan.

“Benar bahwa Paulus Tannos telah ditangkap di Singapura dan saat ini sedang ditahan,” ujar Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, Jumat (24/01/2025). Hingga berita ini diturunkan, proses ekstradisi Paulus Tannos masih berlangsung.

KPK bekerja sama dengan Polri, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Hukum dan HAM untuk melengkapi persyaratan yang diperlukan guna memindahkan Paulus Tannos ke Indonesia untuk segera menjalani persidangan.

Paulus Tannos adalah Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP pada Agustus 2019 bersama tiga tersangka lainnya.

Selain Paulus, tiga tersangka lainnya adalah Isnu Edhy Wijaya, mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara; Miriam S. Haryani, anggota DPR 2014-2019; dan Husni Fahmi, Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP.

Proyek e-KTP yang merugikan negara hingga Rp2,3 triliun tersebut melibatkan PT Sandipala Arthaputra, yang menerima aliran dana senilai Rp145,8 miliar.

Proyek tersebut merupakan salah satu proyek besar yang dikerjakan oleh konsorsium yang diikuti PT Sandipala, meskipun perusahaan ini menjadi anggota konsorsium terakhir yang bergabung. PT Sandipala Arthaputra mendapatkan pekerjaan sekitar 44 persen dari total proyek e-KTP yang bernilai Rp5,9 triliun.

Sebelumnya, KPK telah memproses sejumlah orang terkait kasus ini, termasuk mantan Ketua DPR Setya Novanto, mantan anggota DPR Markus Nari, serta beberapa pejabat di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), di antaranya Irman dan Sugiharto. []

Redaksi03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com