PSU Mahulu Dinilai Tetap Jadi Ajang Keluarga, Banjir Kritikan

MAHAKAM ULU – Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Kabupaten Mahulu kembali menuai kritik. Ketua Majelis Pimpinan Cabang (MPC) Pemuda Pancasila (PP) Mahulu, Martinus Mi’ing, menilai bahwa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) kali ini terkesan seperti hajatan keluarga. Pasalnya, Bupati Mahulu kembali mendorong anaknya, Owena Mayang Shari, untuk maju sebagai calon bupati.

Pada Pilkada 27 November 2024 lalu, Bupati Mahulu mendukung anaknya, Owena, yang berpasangan dengan Stanislaus Liah. Namun, Mahkamah Konstitusi (MK) mendiskualifikasi pasangan ini karena terbukti ada penyalahgunaan kekuasaan yang menguntungkan mereka secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), sebagaimana tertuang dalam Putusan MK Nomor 224/PHPU.BUP-XXIII/2025.

MK kemudian memerintahkan PSU di Mahulu, namun dengan syarat pasangan Owena dan Stanislaus tidak bisa kembali mencalonkan diri dan harus digantikan oleh pasangan lain. Meskipun demikian, Martinus Mi’ing mengungkapkan kekhawatirannya karena calon pengganti yang diusung ternyata masih anak bupati.

“Jika calon penggantinya tetap anak bupati, apa bedanya dengan yang sebelumnya? PSU ini tetap saja terasa seperti ajang mempertahankan kekuasaan keluarga di Mahakam Ulu,” ujar Martinus dalam pernyataannya kepada awak media pada Minggu (16/03/2025).

Martinus mengkritik sikap bupati yang kembali mendorong anaknya untuk maju mencalonkan diri. Menurutnya, hal ini hanya mengerdilkan potensi tokoh-tokoh lain yang ada di Mahulu. “Seolah-olah Mahulu ini kehabisan pemimpin, padahal banyak tokoh yang punya kapasitas dan layak memimpin daerah ini,” tegasnya.

Ia juga menilai langkah ini sebagai bentuk dinasti politik yang menghambat proses demokrasi. “Jika tujuannya hanya untuk mempertahankan kekuasaan dalam keluarga, maka ini adalah kemunduran bagi demokrasi di Mahulu,” tambah Martinus.

Martinus juga menyoroti bahwa keputusan bupati ini berpotensi mengabaikan putusan MK. “Penyebab PSU ini karena bupati menyalahgunakan wewenangnya untuk memenangkan anaknya. Sekarang, jika anaknya yang lain maju, hubungan kekuasaan antara bupati yang masih menjabat dan anaknya sebagai calon tetap ada. Ini bisa saja memicu pelanggaran serupa,” ujarnya.

Pengamat politik Kaltim, Saipul, juga menekankan pentingnya peran partai pengusung dalam menentukan pasangan calon pengganti agar kejadian serupa tidak terulang. “Partai pengusung harus benar-benar mempertimbangkan calon yang diajukan agar tidak terjerat masalah seperti yang menyebabkan PSU ini terjadi,” katanya. Saipul juga menyarankan agar partai melakukan uji publik terhadap calon yang diajukan.

“Meskipun secara aturan tidak ada larangan bagi anak, istri, atau kerabat untuk mencalonkan diri, partai seharusnya lebih selektif. Penyebab PSU ini harus jadi pelajaran agar konflik kepentingan tidak terjadi lagi,” tambahnya.

Saipul juga mendorong Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kaltim untuk melakukan pengawasan yang ketat pada setiap tahapan PSU Mahulu guna mencegah terulangnya praktik pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang terjadi sebelumnya. []

Redaksi03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
X