SAMARINDA — Badan Kehormatan (BK) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) menyimpulkan bahwa AG, anggota Komisi II DPRD Kaltim, terbukti melakukan pelanggaran etik terkait dugaan pernyataan yang mengarah pada isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA). Kesimpulan tersebut diambil setelah BK memfasilitasi proses mediasi antara AG dan pihak pelapor dari Aliansi Pemuda Penegak Keadilan (APPK) Kaltim.
Pengumuman hasil mediasi disampaikan langsung oleh Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, pada Jumat (28/11/2025) di ruang rapat BK, Gedung D Lantai 3 Kompleks DPRD Kaltim, Jalan Teuku Umar, Samarinda. Ia menjelaskan bahwa mediasi dilakukan untuk mencari penyelesaian yang konstruktif tanpa harus melanjutkan perkara ke sidang etik formal.
“AG melanggar etik dan wajib menyampaikan permohonan maaf secara terbuka kepada masyarakat. Keputusan ini didasarkan pada hasil mediasi yang telah diterima dan disepakati oleh pelapor. Dengan demikian, BK menutup kemungkinan membawa perkara tersebut ke sidang resmi karena penyelesaian telah dicapai,” ujar politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.
Subandi menegaskan bahwa pilihan penyelesaian melalui mediasi diambil untuk mencegah polemik berkepanjangan yang berpotensi memicu keresahan publik mengingat isu SARA merupakan isu sensitif yang dapat memecah belah masyarakat. Menurutnya, proses dialog adalah langkah paling bijak dan proporsional.
“Bahwa sidang etik resmi biasanya memutuskan sanksi berupa teguran ringan, sedang, atau berat. Namun karena kasus ini selesai melalui mediasi dan tidak masuk tahap persidangan, tidak ada sanksi formal yang dijatuhkan. Meski demikian, kewajiban meminta maaf secara terbuka dinilai setara dengan sanksi ringan karena mengandung tanggung jawab moral,” jelas Subandi.
Ia menambahkan bahwa pihaknya kini menunggu kesiapan AG untuk melaksanakan kewajibannya menyampaikan permohonan maaf di hadapan publik. BK menilai permintaan maaf terbuka adalah langkah yang dapat meredakan dinamika di masyarakat dan mengembalikan kepercayaan publik terhadap marwah lembaga legislatif.
“Ini langkah paling efektif agar persoalan tidak berlarut. AG akan menyampaikan permohonan maaf secara terbuka, sesuai kesepakatan bersama,” tutur Subandi.
Menurut keterangan BK, mediasi berjalan lancar dan kedua pihak menyampaikan pandangan secara terbuka. Pelapor dari APPK Kaltim memilih jalur penyelesaian damai karena tujuan utama mereka adalah klarifikasi dan pertanggungjawaban moral, bukan penjatuhan sanksi berat.
Di sisi lain, BK juga menyampaikan apresiasi kepada seluruh pihak karena mampu menjaga suasana tetap kondusif selama proses berlangsung, tanpa aksi demonstrasi maupun tekanan publik secara berlebihan. Komitmen untuk mengedepankan dialog dinilai sebagai bentuk kedewasaan berdemokrasi.
Dengan tercapainya kesepakatan antara pelapor dan terlapor, BK menyatakan bahwa proses penyelesaian kasus tersebut telah dinyatakan selesai dan tidak memerlukan tindak lanjut tambahan. BK berharap peristiwa ini menjadi pembelajaran bagi seluruh anggota dewan agar lebih berhati-hati dalam menyampaikan pernyataan di ruang publik serta menjaga kehormatan lembaga.
Kasus dugaan pelanggaran etik tersebut sempat menjadi perhatian masyarakat dan ramai diperbincangkan di ruang publik serta media sosial. BK menilai keputusan akhir melalui mekanisme damai adalah solusi terbaik untuk menghindari perpecahan dan menjaga stabilitas sosial politik di Kalimantan Timur. [] ADVERTORIAL
Penulis: Guntur Riyadi | Penyunting: Rasidah
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan