SAMARINDA – Badan Kehormatan (BK) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim) telah mengakhiri polemik dugaan pelanggaran etika yang melibatkan dua anggotanya, Andi Satya Adi Saputra dan Darlis Pattalongi. Keduanya secara resmi dinyatakan tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik maupun tata tertib dewan, mengakhiri penyelidikan yang berlangsung lebih dari sebulan.
Keputusan final ini diumumkan pada Senin (21/07/2025) setelah rapat internal BK DPRD Kaltim di Gedung D Lantai 3, kompleks perkantoran DPRD Kaltim, Jalan Teuku Umar, Samarinda. Prosesnya meliputi pemeriksaan bukti-bukti, klarifikasi dari kedua belah pihak, serta analisis mendalam terhadap ketentuan hukum dan tata tertib dewan.
Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, saat membacakan keputusan, menjelaskan bahwa inti persoalan berpusat pada permintaan agar kuasa hukum meninggalkan Ruang Rapat Dengar Pendapat (RDP). Setelah penelusuran, BK menyimpulkan bahwa tindakan tersebut tidak mengandung unsur penghinaan.
“Tidak ada kalimat atau tindakan yang bersifat menghina profesi advokat dan permintaan agar kuasa hukum keluar dari ruang rapat dilakukan dengan dasar hukum yang jelas,” ujar Subandi, menegaskan bahwa landasan hukum untuk tindakan tersebut adalah sah.
Subandi juga menambahkan bahwa pihak pelapor telah diberikan kesempatan luas untuk menyerahkan bukti tambahan. Namun, selama proses klarifikasi, tidak ditemukan fakta baru yang dapat mengubah substansi pengaduan awal. Ia juga berharap insiden ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak di masa mendatang.
“Seluruh tahapan telah kami jalankan secara adil dan terbuka serta keputusan ini diambil demi menjunjung tinggi etika kelembagaan, juga perlindungan hukum terhadap semua pihak,” kata politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, menekankan prinsip keadilan dan transparansi dalam putusan BK.
Keputusan akhir BK DPRD Kaltim terkait dugaan pelanggaran etika ini dirinci menjadi empat poin krusial. Pertama, tindakan yang dilakukan kedua anggota DPRD tersebut tidak terbukti menghina profesi advokat. Kedua, tidak ditemukan pelanggaran kode etik maupun tata tertib DPRD. Ketiga, laporan pengaduan tidak akan dilanjutkan ke tahap mediasi atau sidang etik. Keempat, keputusan ini bersifat final, mengikat, dan tidak dapat diganggu gugat, menandakan tidak ada lagi upaya hukum lanjutan.
Sebagai informasi, insiden permintaan kepada kuasa hukum Rumah Sakit Haji Darjad (RSHD) untuk meninggalkan ruangan RDP oleh dua anggota DPRD Kaltim terjadi pada 29 April 2025 lalu. Laporan pengaduan terhadap kedua legislator tersebut diajukan oleh Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Advokat Indonesia (DPD Ikadin) Kaltim dan tim Advokasi Bubuhan Advokat Kaltim pada tanggal 14 Mei 2025. Dengan adanya putusan BK ini, polemik yang sempat menjadi perbincangan publik mengenai dugaan pelanggaran etika tersebut kini telah resmi ditutup.[] ADVERTORIAL
Penulis: Guntur Riyadi | Penyunting: Rasidah
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan